Keselamatan Penuh Kita: Dua Karya Yesus di Kayu Salib dan Kebangkitan-Nya

Kebanyakan orang tahu bahwa ketika orang Kristen merayakan Perjamuan Kudus atau Ekaristi, mereka mengambil dua unsur, roti dan anggur, (atau jus anggur, tergantung gerejanya). Dan, mereka yang telah menjadi orang Kristen selama lebih dari waktu yang singkat tahu bahwa cawan anggur melambangkan darah Kristus yang dicurahkan untuk dosa umat manusia, dan bahwa roti melambangkan tubuh Kristus yang dipecah-pecahkan untuk kita. Seperti yang dikatakan Rasul Paulus: "Karena, aku menerima dari Tuhan apa yang juga aku serahkan kepadamu, bahwa Tuhan Yesus, pada malam ketika Ia dikhianati, mengambil roti, dan setelah mengucap syukur, Ia memecah-memecahkannya dan berkata, 'Inilah tubuh-Ku yang adalah untukmu; lakukanlah menjadi peringatan akan Aku.' Demikian juga, Ia mengambil cawan sesudah makan, lalu berkata, 'Cawan ini adalah perjanjian baru, yang dalam darah-Ku. Perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku.' Sebab, setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang."

Akan tetapi, apa yang tidak disadari oleh orang Kristen adalah bahwa sebagaimana ada dua unsur dalam Perjamuan Kudus, anggur dan roti, ada dua aspek dalam karya Kristus di kayu salib: darah dan tubuh. Marilah kita pertama-tama melihat anggur, atau darah Yesus. Darah berurusan dengan masalah status kita yang bersalah di hadapan Allah, dengan dosa-dosa yang telah kita lakukan, dan utang kita kepada Allah karena telah melakukannya. Dosa merusak hubungan kita dengan Allah, dan darah Yesus menyucikan kita dari kesalahan kita, sehingga kita dapat sekali lagi dipulihkan ke dalam persekutuan dan kesatuan dengan Dia. Itulah salah satu alasan mengapa ritual itu disebut "komuni", karena itu melambangkan pemulihan persekutuan antara Allah dan umat manusia, dan antara kita sendiri dan umat manusia lainnya.

Pertama-tama, darah Yesus membuat kita memperoleh pengampunan dosa, seperti yang dikatakan Paulus: "Dalam Dia, kita mendapat penebusan melalui darah-Nya, yaitu pengampunan atas pelanggaran-pelanggaran kita sesuai dengan kekayaan anugerah-Nya" (Ef. 1:7, AYT). Namun, bagaimana mungkin darah manusia lain mendapatkan pengampunan dari Allah? Tampaknya untuk mendapatkan pengampunan dari seseorang yang telah saya sakiti, saya harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan pengampunan itu, atau setidaknya mewujudkannya dengan cara tertentu, mungkin dengan mengubah sikap saya. Akan tetapi, karena kita berutang kesempurnaan kepada Allah sejak awal, tidak ada yang dapat kita lakukan selain kesempurnaan untuk menebus dosa yang telah kita lakukan. Kita membutuhkan orang lain untuk mengambil tindakan dan mendapatkan pengampunan itu untuk kita.

Sekarang menurut Kitab Suci, upah dosa adalah maut, seperti yang diketahui oleh semua orang Kristen dari pengalaman keselamatan mereka yang pertama: semua dosa pantas menerima hukuman maut, baik fisik maupun kekal. Kita berutang yang tidak akan pernah bisa kita bayar: kita berutang ketaatan kepada Allah, dan karena kita semua telah tidak taat, kita tidak akan pernah bisa menebusnya dengan menaatinya sekarang, karena toh kita sudah berutang. Membayar tagihan Anda mulai sekarang sampai Anda meninggal tidak membayar kembali utang yang telah Anda keluarkan sampai sekarang: Anda sudah diwajibkan oleh hukum untuk membayarnya. Jadi, tidak ada cara untuk membayar kembali ketidaktaatan kita pada masa lalu (atau masa depan) kepada Allah dengan upaya kita sendiri, karena ketaatan yang sempurna diperlukan setiap saat.

Akan tetapi, pada saat yang tepat, Allah campur tangan dan mengirim Putra-Nya, yang suci, untuk mati bagi kita yang tidak pantas dan membeli kita kembali dengan darah-Nya. Karena upah dosa adalah maut, satu-satunya cara untuk menebus kita adalah melalui Yesus yang mencurahkan darah kehidupan-Nya sampai mati dan membayar harga yang membebaskan kita dari utang kita yang tidak dapat dibayar. Kebenaran ini harus benar-benar membuat kita rendah hati, ketika kita menyadari bahwa kita tidak dapat menyumbang sedikit pun untuk keselamatan kita sendiri, karena bahkan jika saya hidup dalam kesempurnaan mutlak mulai sekarang (sesuatu yang tidak mungkin terlepas dari Kristus), saya tetap tidak akan pernah bisa menebus masa lalu. Pembayaran yang diminta oleh Allah adalah kematian. Karena itu Kitab Suci menyatakan bahwa "tanpa adanya penumpahan darah, tidak akan ada pengampunan" (Ibr. 9:22, AYT). Kecuali seseorang meninggal, tidak ada yang bisa diampuni. Jika kita mati untuk dosa-dosa kita, maka keadilan terpenuhi, tetapi pengampunan tidak diperoleh, karena kematian kita hanyalah keadilan, tidak memiliki kekuatan untuk menyelamatkan kita dari kematian kekal. Tidak, agar kita diampuni, orang lain harus mati dan menumpahkan darahnya menggantikan kita, mendapatkan pengampunan dari Allah.

Darah pada dasarnya bekerja dalam dua arah: berdampak pada Allah sendiri, dan berdampak pada kita. Darah memengaruhi Allah karena memuaskan murka Allah. Masyarakat modern tidak menyukai gagasan tentang Allah yang murka dengan dosa umat manusia, jadi kita menolak gagasan tersebut dan menganggapnya sebagai peninggalan umat manusia yang primitif. Akan tetapi, Allah murka terhadap dosa, dan seperti yang dikatakan Paulus, "murka Allah dinyatakan dari surga terhadap semua kefasikan dan ketidakbenaran" (Rm. 1:18, AYT). Namun, murka Allah bukanlah keinginan untuk menganiaya dan menyiksa manusia dengan kejam seperti orang tua yang kejam yang tidak peduli pada anak-anaknya, tetapi pada dasarnya bermula dari perhatian dan kasih Allah yang begitu dalam terhadap ciptaan-Nya. Ciptaan-Nya telah dicuri oleh perampas, iblis, melalui pilihan manusia sendiri. Allah murka karena bejana yang Dia buat untuk digunakan-Nya sendiri telah dicuri dan digunakan oleh Setan untuk mengungkapkan perlawanannya, sikap mementingkan diri sendiri. Dan, Dia marah tidak hanya kepada Setan, tetapi juga kepada kita karena telah mengikuti Setan dan menerima sikapnya.

Gambar: karya salib

Murka Allah tidak menyiksa kita, tetapi menyerahkan kita pada konsekuensi dosa-dosa kita, untuk mengalami konsekuensi itu sepenuhnya, sehingga kita dapat melihat di mana kejahatan kita membawa kita dan bertobat, seperti yang dilakukan anak yang hilang ketika dia menyadari bahwa dia tinggal dengan babi. Jika kita tidak bertobat dalam hidup ini, kita akan mengalami kekekalan murka Allah, tetapi itu bukanlah siksaan, melainkan konsekuensi kekal dari rasa malu dan penyesalan karena menolak atau mengabaikan tawaran keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Untungnya bagi kita yang percaya, darah menenangkan atau mendamaikan atau memuaskan tuntutan murka Allah, seperti yang dikatakan Paulus tentang Yesus, "yang ditetapkan Allah sebagai jalan pendamaian oleh darah-Nya melalui iman" (Rm. 3:25, AYT). Paulus juga mengatakan bahwa darah mendamaikan kita dengan Allah, membangun perdamaian dengan menghilangkan permusuhan Allah terhadap kita (Kol. 1:20).

Darah juga menghilangkan apa yang memicu permusuhan itu: yaitu, dosa-dosa kita, kesalahan kita atas dosa-dosa itu, dan juga memengaruhi kita. Paulus berkata bahwa kita "dibenarkan oleh darah-Nya" (Rm. 5:9, AYT). Membenarkan berarti menempatkan seseorang atau sesuatu dengan benar. Saat menulis dokumen, kita berbicara tentang membenarkan margin, atau meluruskannya. Darah membuat kita benar dengan Allah sehingga kita berada dalam hubungan yang benar dengan Dia. Lebih khusus lagi, darah menebus atau menyucikan kita dari dosa kita, seperti yang dikatakan Rasul Yohanes dalam suratnya yang pertama: "darah Yesus, Anak-Nya, membersihkan kita dari semua dosa" (1Yoh. 1:7, AYT) dan kemudian dia berkata: "Dialah kurban pendamaian bagi dosa-dosa kita. Dan, bukan untuk dosa-dosa kita saja, melainkan juga untuk dosa-dosa seluruh dunia" (2:2, AYT).

Akan tetapi, bagaimana darah mencapai hal ini? Penulis kitab Ibrani memperjelas hal ini: "lebih-lebih lagi darah Kristus, yaitu Ia yang melalui Roh yang kekal mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban yang tidak bercacat kepada Allah untuk menyucikan hati nuranimu dari perbuatan sia-sia supaya kamu dapat melayani Allah yang hidup?" (Ibr. 9:14, AYT). Adalah hati nurani kita yang menghukum kita ketika kita berbuat salah, suara Allah di dalam diri kita yang memberi tahu kita bahwa kita telah melanggar standar-Nya, hukum Allah tertulis dalam hati kita. Ketika kita melanggar hati nurani kita, kita dapat mematikannya dengan melakukan kesalahan lebih lanjut atau dengan obat-obatan seperti alkohol, atau kita memberikan pembenaran atas apa yang kita lakukan untuk membuat pikiran kita baik-baik saja. Namun, jauh di dalam lubuk hati kita tahu kebenaran dari apa yang telah kita lakukan, dan tidak ada yang bisa menghapusnya. Hanya darah Yesus yang dapat membersihkan hati nurani kita dan membuat kita utuh kembali. Darah membasuh rasa bersalah yang kita alami karena dosa-dosa kita. Itulah sebabnya tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus (Rm. 8:1).

Anda mungkin keberatan: "Tapi saya terus merasa bersalah atas apa yang telah saya lakukan!" Itu mungkin benar, dan Anda mungkin merasa seperti itu sampai akhir hidup Anda di bumi, tetapi salib tidak dirancang untuk menangani perasaan bersalah Anda, tetapi untuk status bersalah Anda di hadapan Allah. Allah tidak lagi menghukum Anda sebagai orang berdosa yang layak masuk neraka, terlepas dari bagaimana perasaan Anda. Perasaan bersalah Anda yang berkelanjutan hanyalah kesempatan untuk menghidupi iman dalam darah Yesus bahwa Dia telah menyucikan Anda dan bahwa tidak ada lagi penghukuman. Gagal menghidupi iman ini berarti mengatakan bahwa darah Yesus tidak cukup untuk tugas itu, dan itu tidak lain merupakan penghujatan. Seperti yang dikatakan Norman Grubb, Anda benar-benar menuruti perasaan mengasihani diri sendiri, berpikir bahwa dosa Anda begitu buruk sehingga darah Yesus pun tidak dapat mengatasinya. Dan, alur pemikiran ini benar-benar berasal dari Setan, penuduh saudara-saudara, yang sangat menginginkan kita untuk tetap fokus pada perasaan kita dan bukan pada kebenaran berharga tentang pengorbanan Kristus bagi kita. Sebab, Rasul Yohanes telah berkata: "Sekarang, telah datang keselamatan, kuasa, dan kerajaan Allah kita, serta kekuasaan Kristus-Nya karena si penuduh saudara-saudara kita, yang menuduh mereka di hadapan Allah siang dan malam, sudah dilemparkan ke bawah" (Why. 12:10, AYT). Jadi, Setan tidak punya wewenang untuk menuduh kita lagi sejak Kristus mengalahkannya di kayu salib. Dan, sekarang kita mengalahkan Setan "dengan darah Anak Domba, dan dengan perkataan kesaksian kita" (Why. 12:11). Dengan percaya pada kuasa darah Yesus dan dengan perkataan iman atau kesaksian kita, Setan pun dikalahkan dan dijatuhkan sebagai penuduh kita.

Sepenting dan sekuat apa pun darah, akan sangat menyedihkan jika keselamatan kita hanya sebatas pengampunan dan surga setelah kita mati. Bagaimana dengan hidup ini? Karena sebenarnya ada dua akibat dosa Adam pada Kejatuhan Umat Manusia. Kita telah berbicara tentang kesalahan kita di hadapan Allah, tetapi konsekuensi kedua adalah bahwa kita diperbudak oleh setan, untuk melakukan kehendaknya. Para penulis Perjanjian Baru menyajikan kebenaran tentang kondisi kita di beberapa tempat. Yohanes mengatakan bahwa kita "berasal dari bapa kita yaitu setan dan kita ingin melakukan keingingan-keinginan bapa kita" (Yoh. 8:44). Dalam suratnya yang pertama, dia berkata bahwa "orang yang berbuat dosa berasal dari setan," (1Yoh. 3:8, AYT), yang berarti bahwa orang yang berdosa sumber rohaninya ada di dalam setan. Dalam surat yang sama dia berkata kepada orang percaya: "Dia yang ada di dalam dirimu lebih besar dari pada dia yang ada di dunia" (1Yoh. 4:4, AYT). Jika "dia yang ada di dalam" kita itu adalah pribadi atau Roh Kristus, maka dia yang ada di dunia juga adalah seorang pribadi, roh penyebab dosa itu, si iblis. Yohanes sendiri menjelaskan siapa yang ada di dunia ini ketika dia berkata; "seluruh dunia berada dalam kuasa si jahat" (5:19, AYT). Penulis Ibrani mengatakan bahwa Yesus menjadi daging dan darah, bahwa melalui kematian-Nya "Ia dapat membuat tidak berdaya dia yang memiliki kuasa maut, yaitu iblis."

Dan, Rasul Paulus menulis tentang dosa yang berdiam di dalam daging: "Jika aku melakukan apa yang tidak kuinginkan, bukan lagi aku yang melakukannya, tetapi dosa yang ada di dalam aku" (Rm. 7:17-20). Tentu saja, sejak zaman St. Agustinus, banyak orang yang ingin kita percaya bahwa dosa yang tinggal di dalam adalah kerusakan sifat manusia, sesuatu yang salah dengan kemanusiaan kita. Bukankah kita harus hidup dengan dosa yang mendiami seluruh hidup kita, dan menunggu sampai surga untuk benar-benar bebas darinya? Seperti yang dikatakan Paulus: "Tidak mungkin!" Kita harus menganggap serius pernyataan Paulus bahwa kita telah mati bagi dosa. Dosa adalah roh yang mendiami karena Paulus menyebutnya sebagai "roh perbudakan" dalam Roma 8:15 dan menyatakan tentang dosa kita bahwa "bukan lagi aku yang melakukannya, tetapi dosa yang tinggal di dalam aku yang melakukan dosa" (Rm. 7:17, 20). Jika "aku" bukan pelaku perbuatan dosa maka harus ada orang lain, yaitu pelaku dosa, yaitu setan sendiri. Seperti yang dijelaskan dalam artikel saya sebelumnya, "Setan, Dosa dan Daging," dan semua tulisan Norman Grubb, dosa yang tinggal di dalam hanyalah nama lain untuk Tuan Dosa, Setan sendiri, yang mendiami umat manusia dan mengekspresikan dirinya melalui mereka. Efesus 2:1-3 (AYT) menjelaskan: "Dahulu, kamu mati dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu, yang mana pada waktu itu kamu berjalan mengikuti jalan dunia, mengikuti penguasa kerajaan udara, roh yang sekarang bekerja di antara anak-anak yang tidak taat. Di antara mereka, kita semua dahulu juga hidup dalam nafsu kedagingan kita, memuaskan keinginan daging dan pikiran kita. Kita pada dasarnya adalah anak-anak durhaka, sama seperti manusia lain." Setan adalah roh yang bekerja di dalam atau memberi energi pada anak-anak yang tidak taat. Dan, roh ini menghasilkan dalam diri kita nafsu daging, keinginan berdosa. Dia menyebut roh ini penguasa atau pangeran kerajaan udara, dan sama seperti udara adalah elemen universal di mana kita hidup dan secara fisik bernapas menghirup udara masuk dan keluar, demikian juga Setan adalah roh yang kita hirup masuk dan keluar sebagai atmosfer spiritual kita ketika kita adalah orang-orang yang tidak percaya dan bagian dari dunia yang penuh dosa.

Jadi, harus jelas bahwa pengampunan tidak cukup untuk menjawab penderitaan umat manusia yang berdosa. Kita juga perlu dibebaskan atau ditebus dari penawanan kita kepada Setan. Namun, entah bagaimana Setan telah menyembunyikan dari umat Allah kebenaran aspek kedua dari penebusan, kebenaran yang akan membebaskan mereka dari cengkeraman Setan atas hidup mereka dan operasinya atas mereka dan melalui mereka sebagai bejana. Aspek kedua itu adalah tubuh Kristus, yang dipecah bagi kita. Ini diwakili bagi kita dalam elemen kedua dalam Komuni, roti. Akan tetapi, orang Kristen jarang sekali berfokus pada roti yang berbeda dari anggur, karena tidak menyadari apa yang dilakukan pada tubuh Kristus di kayu salib. Seolah-olah kita dikirim ke penjara karena kesalahan kita atas kejahatan kita, dan kemudian kejahatan kita diampuni, tetapi tidak dibebaskan dari penjara. Pengampunan baik dan bagus, tetapi kebanyakan orang di penjara ingin dibebaskan serta diampuni, bukan diampuni dan kemudian menunggu pembebasan lima puluh tahun kemudian.

Untungnya Allah tidak meninggalkan kita dalam situasi seperti itu. Allah telah melepaskan atau menebus kita, jika kita memiliki mata untuk melihatnya. Kematian jasmani Kristus di kayu salib membebaskan kita dari pemenjaraan dan penawanan iblis, sehingga kita tidak lagi menjadi hamba dosa, tetapi menjadi hamba kebenaran: "karena telah dibebaskan dari dosa, sekarang menjadi budak kebenaran" (Rm. 6:18, AYT). Paulus mengatakan hal yang sama berulang kali dalam Roma 6: "Bagaimana mungkin kita yang telah mati bagi dosa masih hidup di dalamnya?" (Rm. 6:2, AYT). "Karena siapa yang sudah mati, ia sudah dibebaskan dari dosa (Rm. 6:7, AYT). "Dosa tidak akan berkuasa atasmu" (Rm. 6:14, AYT).

Namun, bagaimana kematian tubuh Yesus menyelesaikan pembebasan ini dari kuasa Setan? Bagaimana kematian membebaskan kita dari roh dosa? Yakobus memberi kita petunjuk di sini: "tubuh tanpa roh adalah mati" (Yak. 2:26). Kematian adalah terpisahnya roh dari tubuh. Ketika Yesus mati di kayu salib sebagai wakil kita, kita semua mati di dalam Dia, yaitu semua orang percaya, seperti yang dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 5:14-15: "Karena kasih Kristus menguasai kami ketika kami menyimpulkan bahwa jika satu orang mati untuk semua, maka mereka semuanya mati. Dan, Dia mati untuk semua supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk Dia, yang telah mati dan dibangkitkan demi mereka." Jadi, dalam kematian Kristus kita semua mati, dan dipisahkan tubuh dari roh yang mendiami kita, dari roh setan dosa yang memperbudak kita. Ini terjadi karena Kristus mengambil ke atas diri-Nya roh dosa di kayu salib dan menjadi "tubuh dosa". Dalam Roma 6:6, Paulus menyatakan: "Kita tahu bahwa manusia lama kita telah disalibkan dengan Dia dan tubuh dosa dilenyapkan bersamanya sehingga kita tidak akan menjadi hamba-hamba dosa." Mewakili kita di kayu salib, Kristus mengambil alih tubuh kita yang dikuasai dosa dan roh dosa yang menyatakan dirinya melalui kita: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan Allah di dalam Dia" (2Kor. 5:21, AYT). Kristus tidak hanya menanggung dosa kita, tetapi Dia menjadi dosa, Dia mengambil kutukan dari roh dosa yang tinggal ke atas diri-Nya sendiri dan menanggungnya sampai mati, agar kita tidak lagi diperbudak oleh roh setan yang tinggal ini. Seperti Yakobus mengatakan, tubuh tanpa roh adalah mati, demikian pula mayat Yesus memisahkan umat manusia (atau setidaknya umat manusia yang percaya) dari roh kesesatan.

Kristus tidak hanya menanggung dosa kita, tetapi Dia menjadi dosa, Dia mengambil kutukan dari roh dosa yang tinggal ke atas diri-Nya sendiri dan menanggungnya sampai mati, agar kita tidak lagi diperbudak oleh roh setan yang tinggal ini.


Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jadi, sekarang Paulus dapat berkata bahwa kita telah mati bagi dosa. Namun, apa artinya mati terhadap sesuatu? Itu berarti bahwa ia tidak berhak atas Anda, bahwa Anda telah dipisahkan darinya, dan mati terhadap pengaruh dan kekuatannya. Paulus memerintahkan kita untuk menganggap diri kita mati terhadap dosa, bukan karena kita hanya mati "secara status", tetapi karena kita sebenarnya mati terhadap dosa. Ini tidak berarti kita tidak akan pernah bisa berbuat dosa lagi, tetapi bahwa roh dosa, Setan, tidak lagi memiliki klaim atau otoritas untuk menjalankan hidup kita dan hanya dapat melakukannya jika kita memercayai bisikannya. Kita adalah warga negara persemakmuran baru, dan negara lama kita tidak memiliki klaim atas kita. Jika pemimpin negara lama kita mengumumkan wajib militer baru untuk bertugas di pasukannya, kita tidak perlu menanggapinya, karena klaimnya atas kita salah, dan telah dibatalkan oleh kematian tubuh Kristus. Setan dapat membuat kita merasa seolah-olah kita masih berada di kemahnya, tetapi dia tidak dapat menjadikan kita bagian dari kemahnya, meskipun dia dapat menggunakan anggota tubuh kita untuk sementara jika kita gagal menganggap diri kita mati terhadap pengaruhnya dan tidak memercayai klaimnya atas kita. Tentu saja setan jarang begitu jelas mengatakan kepada kita bahwa dia membuat klaim atas anggota tubuh kita atau berusaha merebut otoritas atas anggota tubuh kita. Setan hanya meyakinkan kita bahwa kita adalah diri kita sendiri, bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan dan rasakan daripada apa yang Allah katakan tentang kita dalam firman-Nya. Dengan cara ini, Setan menyelinap masuk tanpa diketahui dan mendapatkan kembali kendali atas anggota kita. Sering kali bukan karena kita secara aktif memilih jalan Setan, melainkan karena kita gagal untuk menerima sepenuhnya keselamatan yang telah Allah berikan kepada kita.

Akan tetapi, bahkan kematian tubuh Yesus bukanlah keseluruhan dari keselamatan kita: kita membutuhkan Roh baru yang berdiam di dalam diri kita, seperti yang dinubuatkan Yehezkiel dalam Perjanjian Lama: Allah tidak meninggalkan kita dalam keadaan mati, tubuh terpisah dari roh, tetapi membangkitkan kita dari kematian dalam kebangkitan Yesus dari antara orang mati: "Sebab jika kita telah dipersatukan dengan Dia dalam keserupaan kematian-Nya, kita pasti juga akan ada dalam keserupaan kebangkitan-Nya" (Rm. 6:5, AYT) dan "sama seperti Yesus dibangkitkan dari antara orang mati melalui kemuliaan Bapa, kita juga boleh hidup dalam kehidupan yang baru" (6:4, AYT). Ketika kita pertama kali percaya kepada Kristus, kita menerima Roh Kudus-Nya karena dengan iman kita berpartisipasi dalam kebangkitan Yesus. Secara rohani kita dibangkitkan dari kematian dan diberi Roh yang baru. Setelah disalibkan dengan Kristus, dan "aku" palsu -- Setan sendiri -- telah diusir dari roh kita, sekarang Yesus Kristus hadir di dalam kita yang hidup melalui dan mengekspresikan diri-Nya melalui kita, jika kita hanya percaya dan yakin pada janji-Nya untuk melakukannya: "Aku sudah disalibkan dengan Kristus. Bukan lagi 'aku' yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Gal. 2:20, AYT). Paulus dapat mengatakan ini (dan kita juga bisa!), bukan karena dia merasa seperti itu, atau karena terlihat seperti itu pada tingkat penampilan luar, tetapi karena Allah telah berkata demikian, dan siapakah kita untuk mempertanyakan apa yang telah Allah katakan tentang kita? Jika kita percaya kepada Allah bahwa kita diampuni atas dosa-dosa kita meskipun terus merasa bersalah, bukankah seharusnya kita percaya kepada-Nya tentang kebenaran bahwa Dia menjalani hidup-Nya melalui kita dan sebagai kita meskipun kita tidak merasa seperti itu? Banyak orang Kristen terus hidup dalam perbudakan karena mereka gagal untuk memegang apa yang Kristus pegang untuk kita (Flp. 3:12). Kristus memegang kita dalam genggaman-Nya; Dia adalah penjaga kita dan akan menjaga kita: kita hanya harus percaya kepada-Nya. Seperti yang dikatakan himne lama: "mereka yang percaya sepenuhnya kepada-Nya, menemukan Dia sepenuhnya benar." (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Zerubbabel Ministries
Alamat situs : https://zerubbabel.org/intercessor-article/vol-24-no-2-our-total-salvation-the-two-works-of-jesus-on-the-cross-and-in-the-resurrection
Judul asli artikel : Our Total Salvation: The Two Works of Jesus on the Cross and in the Resurrection
Penulis artikel : Brett Burrowes