Kebangkitan Yesus Memberi Mandat Misioner
Tab primer
Apakah yang akan terjadi seandainya Yesus tidak bangkit? Di dalam surat Korintus, Rasul Paulus berkata, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu" (1 Korintus 15:14). Kita tidak sempat membahas surat-surat Paulus yang berbicara soal kebangkitan, tetapi dapat dikatakan dengan pasti bahwa bagi Paulus, Yesus yang telah mati itu sungguh bangkit dan hidup. Bahkan, Ia pun telah menampakkan diri kepada Paulus (1 Korintus 15:8). Para penulis Injil memang mengakhiri tulisan mereka sampai dengan kebangkitan Yesus dan pengutusan para murid. Akan tetapi, di dalam pikiran mereka (penulis Injil), Yesus yang bangkit itu tetap hidup dan berkarya melalui para murid-Nya. Matius mengatakan bahwa Yesus yang bangkit itu memberi tugas untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya, membaptis, dan mengajar mereka. Lukas melanjutkan Injilnya dengan Kisah Para Rasul yang mengisahkan penyebaran Injil Yesus Kristus sampai ke ujung bumi (Roma). Kebangkitan Yesus telah mengubah suasana hati dan kehidupan para murid sehingga mereka terdorong untuk memberitakan Injil Yesus Kristus dan melakukan apa yang telah Ia katakan.
Secara klasik, mandat misioner yang paling vokal dilihat pada ucapan Yesus kepada para murid di dalam akhir Injil Matius. Oleh karena itu, sangat dapat dimengerti kalau orang-orang Kristen -- khususnya pada abad ke-19 -- telah begitu bergairah untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada mereka yang terpanggil untuk memenuhi tugas pengutusan itu sehingga orang-orang di bagian bumi (Indonesia) ini dapat mengenal Yesus Kristus, dibaptiskan, dan diajarkan untuk melakukan apa yang telah Ia perintahkan. Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita pun terpanggil untuk ikut serta dalam mengemban tugas misioner yang telah Ia berikan itu.
Akan tetapi, persoalan yang kita hadapi ialah bagaimanakah kita harus melaksanakannya? Bukankah zaman dan situasi kita sekarang tidak persis sama seperti situasi pada zaman para rasul dahulu? Jadi, persoalan kita sekarang ialah bagaimanakah kita mengerti dan memahami tugas misioner itu di tengah situasi kita sekarang. Mandat yang telah diberikan oleh Tuhan kita itu tidak pernah berubah. Akan tetapi, tugas itu harus diwujudkan di dalam situasi yang konkret, dalam hal ini situasi Indonesia yang majemuk.
Salah satu hasil dari konsultasi tentang "Mission and Unity" yang diselenggarakan oleh World Alliance of Reformed Churches di Geneva, 1988, mengatakan:
"Tantangan dan kesempatan untuk memenuhi panggilan pelayanan kami sangat melimpah saat ini. Panggilan Allah adalah satu dan sama untuk semua gereja, tetapi tantangan dan kesempatan untuk menaati panggilan tersebut sangat beragam dari satu tempat dengan tempat yang lain dan Injil harus dinyatakan dengan cara yang tepat untuk masing-masing konteks yang berbeda. Untuk setia kepada panggilan Allah, kita perlu menceritakan harapan dan kebingungan kita. Kita perlu menguatkan dan menantang satu dengan yang lain. Kita perlu menemukan kembali kesatuan kita sebagai persekutuan yang mendunia."
(World Alliance of Reformed Churches, Mission and Unity 8).
Di dalam percakapan tentang misi masih terdapat perdebatan yang panjang, yaitu apakah "penginjilan" itu sama dengan "misi"; ataukah merupakan "bagian" dari misi. Bukanlah maksud penulis untuk memasuki perdebatan yang berkepanjangan itu. Akan tetapi, bukankah letak persoalan kita ialah di dalam mengerti apakah sebenarnya "Injil" itu? Apabila kita mengerti "Injil" hanya secara verbal, kita memang mempersempit serentak mempertajam maksudnya, yaitu menjadikan "semua bangsa murid-Ku". Di dalam pengertian ini, penginjilan tidak bisa lain kecuali menyebarkan kabar tentang Yesus Kristus sebagai Juru Selamat dunia dan mengajak orang lain yang belum mengenal-Nya untuk menerima dan percaya kepada-Nya.
Namun, apabila kita memahami Injil itu sebagai berita sukacita dari Allah yang membebaskan umat manusia dari dosa, yang disampaikan kepada orang-orang miskin, yang memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, yang membebaskan orang-orang tertindas, dan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4:18-19), ternyata dimensi "Injil" itu begitu luas dan kompleks. Tampaknya kita harus melihat pengertian Injil di dalam keutuhan dan kelengkapannya. Bukankah Yesus juga tidak hanya berkhotbah dan mengajar, tetapi juga melakukan "pekerjaan Dia yang mengutus Aku" (Yohanes 9:4)? Oleh karena itu, penekanan dan pembedaan pemahaman tentang Injil dapat dilakukan, tetapi pemisahan antara yang vertikal dan horisontal, yang jasmani dan rohani, yang pribadi dan sosial, bukan saja mempersempit pengertian tentang Injil, melainkan juga menjadikannya tidak utuh, bahkan mengoyak-oyak.
Di dalam pemahaman tentang Injil yang utuh inilah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pada Sidang Raya X/1984 di Ambon telah menghasilkan Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG). LDKG adalah dokumen keesaan yang diharapkan dapat menjadi landasan kerja sama di dalam persekutuan, kesaksian, dan pelayanan bagi gereja-gereja di Indonesia.
Di dalam salah satu dokumen yang disebut Pokok-Pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB), kita membaca tentang Pemahaman Tugas Panggilan Gereja:
33. ... Gereja-gereja di Indonesia adalah gereja-gereja dalam perjalanan yang ikut serta dalam tugas panggilan gereja di semua tempat dan di segala zaman untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk sampai ke ujung bumi dan sampai akhir zaman.
34. Dengan demikian, gereja-gereja di Indonesia menegaskan bahwa Injil adalah berita kesukaan yang utuh dan menyeluruh, untuk segenap makhluk, manusia dan alam lingkungan hidupnya serta keutuhannya; bahwa Injil yang seutuhnya diberitakan kepada manusia yang seutuhnya, sebab Injil itu menyangkut keseluruhan kehidupan manusia, tidak hanya kehidupan nanti di surga, tetapi juga kehidupan sekarang di dunia ini; bukan mengenai hanya jiwa atau roh manusia, melainkan juga mengenai keseluruhan keberadaannya, baik sebagai makhluk rohani maupun sebagai makhluk politik, makhluk sosial, makhluk ekonomi, makhluk ilmu dan teknologi, makhluk kebudayaan, makhluk keamanan, dan sebagainya.
35. Dalam kegiatan pengabaran Injil, gereja-gereja di Indonesia berpandangan bahwa Injil seutuhnya adalah untuk seluruh dunia. Sejalan dengan itu, gereja juga memahami bahwa kegiatan pengabaran Injil dilaksanakan oleh gereja melalui seluruh aspek kehidupannya yang dijiwai oleh kuasa Roh Kudus.
36. Oleh karena Injil yang membebaskan dan memperbarui serta mempersatukan itu tidak terlepas dari kenyataan penyaliban Kristus, tindakan pengosongan diri, penjelmaan-Nya, dan ketaatan-Nya (Filipi 2:7-8), maka aspek-aspek ini harus mendasari tindakan pengabaran Injil yang dilaksanakan oleh gereja-gereja. Itu berarti bahwa dalam pelaksanaan pengabaran Injil, gereja-gereja harus memperhitungkan keadaan lingkungan (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama) dengan melaksanakan pendekatan-pendekatan yang lemah lembut dan hormat, dengan hati nurani yang murni (1 Petrus 3:15-16), serta mengembangkan dialog yang konstruktif dengan semua pihak.
Diambil dari:
Nama situs | : | Alkitab SABDA |
Alamat URL | : | http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=297&res=jpz |
Penulis artikel | : | Ferdy Suleeman |
Tanggal akses | : | 17 November 2015 |