Empat Alasan untuk Meyakini bahwa Yesus Benar-Benar Disalibkan
Tab primer
"Dalam segala perjalanan dan pergerakan kita, dalam segala keluar dan masuk kita, ketika melepaskan sepatu, pada waktu mandi, di meja ... apa pun yang kita kerjakan, kita menandai dahi kita dengan tanda salib." (Tertullian)
Salib, yang menyimbolkan kematian Yesus yang menyelamatkan melalui penyaliban, telah menjadi tanda dan simbol suci bagi umat Kristen sejak semula. Memang benar, penyaliban Yesus sebagai suatu peristiwa nyata dalam sejarah berada di pusat iman kristiani.
Namun, ada beberapa orang yang menyangkal bahwa Kristus mati di atas salib. Meski keempat kitab Injil bersaksi terhadap peristiwa penyaliban, beberapa orang skeptis menjelaskan narasi tersebut -- atau bahkan eksistensi Kristus -- sebagai mitologi pagan. Banyak orang muslim juga menolak peristiwa penyaliban, yang merupakan penyangkalan yang berakar dalam Al-Qur'an: "dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, 'Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,' padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya" (Surat 4:157).
Terlepas dari klaim-klaim yang berbeda ini, bukti yang tersedia hanya berpihak pada peristiwa penyaliban Kristus yang nyata dan historis. Berikut ini empat alasannya.
1. Sumber-sumber mula-mula mengonfirmasikan peristiwa penyaliban Kristus.
Al-Qur'an ditulis pada abad ke-7, hampir 600 tahun setelah peristiwa penyaliban Kristus. Sebagai kontras, kitab-kitab Injil ditulis 35 -- 36 tahun setelah peristiwa-peristiwa yang dicatat di dalamnya. Surat-surat Rasul Paulus ditulis lebih awal lagi. Suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, yang ditulis sekitar 55 M, mengandung kredo Kristen mula-mula yang diawali sebagai berikut:
"Aku sudah menyampaikan kepadamu, pertama-tama yang terpenting, yang juga aku terima bahwa Kristus mati untuk dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci, Ia sudah dikuburkan, Ia dibangkitkan pada hari ketiga sesuai Kitab Suci," (1Kor. 15:3-7).
Para sarjana memperkirakan penanggalan kredo ini, yang mewakili tradisi lisan mula-mula dalam Gereja Kristen, yaitu antara 6 tahun setelah kematian Kristus. Beberapa orang berpendapat bahwa kredo tersebut mungkin ditulis pada hitungan bulan setelah kematian kematian dan kebangkitan Kristus. Meski kredo ini tidak secara eksplisit menyinggung tentang penyaliban, pada bagian yang lebih awal dalam surat yang sama, Paulus menyinggung, "Kristus yang telah disalibkan" beberapa kali (1Kor. 1:23; 2:2), mengonfirmasi kematian yang dialami oleh Yesus.
Kita dapat yakin dengan validitas kesaksian Rasul Paulus karena dia mengonfirmasikan isi khotbahnya dengan Petrus dan rasul-rasul yang lain (Gal. 1:18; 2:1-2). Ditambah lagi, tulisan-tulisan Klemens dari Roma dan Polikarpus -- yaitu murid Rasul Petrus dan Rasul Yohanes -- memastikan integritas Rasul Paulus saat mereka menyebutnya sebagai Rasul Paulus yang "diberkati" dan "mulia". Beberapa orang bahkan berpendapat bahwa Polikarpus menganggap beberapa tulisan Rasul Paulus sebagai Kitab Suci (Surat kepada jemaat di) Filipi 12:1). Kitab-kitab Injil, tulisan-tulisan Rasul Paulus yang berdasarkan pada kesaksian para saksi mata, dan kredo yang sangat mula-mula menyediakan kesaksian historis terhadap peristiwa penyaliban.
2. Berbagai Sumber Kuno, Baik Kristen maupun Non-Kristen
[Sumber-sumber kanon dan nonkanon Kristen mula-mula bersaksi terhadap penyaliban Yesus, dan kita dapat juga mengonfirmasi bahwa sumber-sumber non-Kristen mula-mula mengonfirmasi perkara kita. Pada abad pertama, sejarawan Romawi, Tacitus dan sejarawan Yahudi, Yosefus, mengonfirmasi lebih dari sekadar penyaliban Yesus: mereka mencatat asosiasi Pilatus dengan eksekusi tersebut. Tacitus, guna merujuk kepada peristiwa penyaliban sebagai "hukuman mati ekstrem", menulis dalam "The Annals" ("Sejarah" - Red.):]
Nero mengikat rasa bersalah dan melakukan siksaan yang paling indah pada kelas yang dibenci karena kekejian mereka, yang disebut orang Kristen oleh rakyat. Christus, dari siapa nama itu berasal, menderita hukuman ekstrem pada masa pemerintahan Tiberius di tangan salah satu prokurator kita, Pontius Pilatus (15.44).
Penulis nonsimpatik mula-mula lainnya yang merujuk kepada eksekusi Kristus termasuk Lucian dari Samosata dan Mara Bar Serapion. Lucian si penulis Yunani menulis, "Kau tahu, orang Kristen menyembah seseorang hingga hari ini -- Tokoh Terkemuka yang memperkenalkan ritus baru mereka dan disalibkan karenanya" ("The Passing of Peregrinus") ("Meninggalnya Peregrinus" - Red). Dia menambahkan bahwa Yesus disalibkan di Palestina, suatu penguatan lebih lanjut terhadap kitab-kitab Injil.
Sembari memerhatikan bahwa terdapat beberapa sumber Kristen dan non-Kristen yang menguatkan tentang terjadinya penyaliban Kristus, penting untuk memerhatikan begitu banyaknya perbedaan genre yang menyinggung tentang peristiwa ini: biografi kuno, historiografi, kredo, surat, dan himne. Akan konyol jika kita secara acuh tak acuh mengabaikan dampak luas dari kematian Kristus di dunia kuno.
3. Kesaksian Saksi Mata
Studi akademis baru-baru ini secara persuasif mengonfirmasi bahwa keempat Injil ditulis berdasarkan kesaksian saksi mata. Sarjana yang memimpin dalam bidang ini, Richard Bauckham, menyimpulkan bahwa kitab-kitab Injil "mewujudkan kesaksian para saksi mata, tentunya bukan tanpa penyuntingan ataupun tafsiran, tetapi dalam cara yang pada dasarnya setia terhadap bagaimana para saksi mata itu sendiri menceritakannya ("Jesus and the Eyewitnesses") ("Yesus dan Para Saksi Mata" - Red). Dia menunjukkan bahwa para penulis kitab Injil "kurang lebih berkontak langsung dengan para saksi mata." Sebagai contoh, renungkan pendahuluan Injil dari Rasul Yohanes yang mirip dengan gaya historiografi kuno ini:
Sudah ada banyak orang berusaha menyusun sebuah catatan tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di tengah-tengah kita, seperti halnya catatan yang telah disampaikan kepada kita oleh orang-orang yang sejak semula telah menjadi saksi mata dan pemberita Firman. (Lukas 1:1-3, AYT)
Bauckham lebih lanjut berpendapat bahwa Injil dari Rasul Yohanes tidak hanya berdasarkan pada kesaksian langsung, tetapi juga ditulis oleh seorang saksi mata terhadap peristiwa penyaliban. Ini dikesankan dalam pendahuluan kitab Yohanes saat penginjil mengonfirmasi, "Dialah murid yang bersaksi mengenai semuanya ini, dan telah menuliskan semuanya ini" (Yoh. 21:24, AYT).
4. Kesaksian yang Memalukan
Beberapa orang yang skeptis menganggapnya sebagai fakta bahwa kitab-kitab Injil, termasuk peristiwa penyaliban, itu dibuat-buat, tetapi ini tidaklah mungkin menimbang beberapa poin penting.
Pertama, mengatributkan kitab-kitab Injil kepada orang-orang yang bukan rasul seperti Markus ataupun Lukas tidak mungkin dilakukan kecuali mereka memang penulis yang sebenarnya. Jika Anda ingin orang-orang percaya injil palsu buatan Anda, mengapa tidak menyebutnya sebagai tulisan rasul-rasul yang terkenal seperti Petrus atau Andreas? Atau, sebagaimana dikatakan oleh Brant Pitre, "Mengapa tidak langsung saja ke puncak dan menyebutkan bahwa injil Anda itu ditulis oleh Yesus sendiri?" ("The Case For Jesus") ("Alasan/Penjelasan bagi Yesus" - Red.).
Kedua, narasi tentang Penderitaan Kristus berkilau dengan autentisitas karena penggambarannya yang tidak disensor tentang penderitaan Yesus. Meski pada waktu-waktu tertentu musuh-musuh-Nya pun memerhatikan ketenangan-Nya di bawah paksaan ekstrem, adegan-adegan lain, seperti penderitaan Yesus di Taman Getsemani atau seruan-Nya yang penuh kesedihan "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan-Ku?" menggambarkan Mesias yang dilemahkan dan menderita. Sejarawan Perjanjian Baru, Michael Licona, mengonfirmasi bahwa, pada zaman dahulu, "Sejumlah catatan benar-benar ada tentang para martir Yahudi [mis. ketujuh bersaudara dalam kitab 2 Makabe, Eleazar, dan Stefanus] yang bertindak dengan berani di bawah penyiksaan ekstrem dan eksekusi. Menimbang hal-hal ini, laporan tentang Yesus yang lebih lemah saat penangkapan dan penyaliban-Nya akan menimbulkan perasaan malu sebagai kontras" ("The Resurrection of Jesus") ("Kebangkitan Yesus" - Red). Para sejarawan menganggap kriteria kejengahan sebagai pertimbangan yang penting saat menentukan validitas suatu sumber. Dengan begitu, kecil kemungkinannya bahwa detail-detail yang berpotensi tidak menarik dalam catatan-catatan tentang penderitaan Kristus ini dibuat-buat.
Tidak ada sarjana arus utama pada masa kini yang memiliki pendapat menentang eksistensi historis Yesus. Bahkan, hampir semua sarjana Perjanjian Baru pada masa kini, termasuk mereka yang non-Kristen dan skeptis, menganggap bahwa tidak hanya eksistensi Kristus, tetapi juga penyaliban-Nya sebagai "batuan dasar sejarah" (suatu fakta sejarah yang tidak terbantahkan - Red.). Kritikus John Dominic Crossan menulis bahwa "kematian Yesus karena disalib di bawah Pontius Pilatus itu sama pastinya dengan hal-hal historis lainnya" ("Jesus: A Revolutionary Biography") ("Yesus: Sebuah Biografi Revolusioner" - Red.). Dengan pengakuan serupa, sarjana atheis Gerd Ludemann menyimpulkan, "Kematian Yesus sebagai konsekuensi dari salib itu tidak dapat diganggu gugat" ("The Resurrection of Christ").
Penolakan terhadap penyaliban Yesus Kristus itu tidak dapat dipertahankan secara historis. Dengan begitu, semua orang non-Kristen yang mau berhadapan dengan faktanya akan berakhir dengan teka-teki yang menggelegar. Mereka harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana bisa, menimbang eksekusi brutal Mesias mereka, sekelompok kecil laki-laki dan perempuan Yahudi biasa yang dikenal sebagai "orang Kristen" dapat percaya bahwa Kristus adalah Allah? Bagaimana bisa kekristenan berawal dan berkembang? Hanya ada satu jawaban yang dimungkinkan -- dan itulah jawaban yang sama yang telah diberikan oleh orang Kristen selama dua ribu tahun: Kristus telah mati, Kristus telah bangkit. (t/Odysius)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Word on Fire |
Alamat situs | : | https://wordonfire.org/articles/fellows/four-reasons-to-believe-jesus-was-really-crucified/ |
Judul asli artikel | : | Four Reasons To Believe Jesus Was Really Crucified |
Penulis artikel | : | Matthew Nelson |