Dua Penjahat di Samping Yesus

Alangkah ironis dan tragisnya! Siapakah yang pada saat-saat terakhir menemani Yesus sampai Dia mengembuskan napas-Nya yang penghabisan?

Tentu saja ada banyak orang di sekeliling salib Yesus pada waktu itu. Dan orang banyak itu dapat kita golongkan menjadi dua kelompok: musuh-musuh Yesus dan sahabat-sahabat Yesus.

Musuh-musuh Yesus, sudah jelas, bukanlah teman-teman yang ideal bagi Yesus yang tengah menanti ajal. Sampai saat terakhir, setelah penganiayaan secara fisik, mereka terus melancarkan teror mental. Menghina, mengejek, dan mengolok-olok tak kenal ampun.

Bagaimana dengan mereka yang disebut "sahabat-sahabat" Yesus? Lukas menulis, "Semua orang yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu."

Mereka "berdiri jauh-jauh". Artinya: mereka mengambil jarak. Mereka meratapi dan memprihatinkan apa yang telah terjadi atas Sang Sahabat. O, sudah pasti! Namun, mereka lebih memperhitungkan keselamatan diri mereka sendiri. Sebab itu mereka "melihat semuanya itu", tetapi tidak berbuat apa-apa. Tidak berkata apa-apa. Diam adalah jalan yang paling aman.

Jadi, siapakah yang pada saat-saat terakhir menemani Yesus sampai Dia mengembuskan napas-Nya yang penghabisan?

Di sinilah ironisnya! Dan di sinilah tragisnya! Mereka adalah penjahat-penjahat. Seorang di sebelah kiri, dan seorang di sebelah kanan.

Pertama-tama, ini tentu penghinaan yang luar biasa! Yesus dikategorikan sebagai penjahat golongan A! Yang eksekusinya dilaksanakan secara terbuka, tanpa mengundang protes dari mana-mana (termasuk dari parlemen Eropa).

Namun, hal kedua yang mesti kita katakan adalah: Dia juga merupakan paradoks yang hanya dapat dipahami dengan kacamata iman.

Dari kacamata iman, kita mesti mengatakan bahwa memang demikianlah yang mesti terjadi! Bahwa itulah satu-satunya tempat yang paling tepat bagi kematian Sang Juru Selamat. Di mana? Di antara para penjahat!

Bila kita bertanya kepada Yesus dan meminta pendapat-Nya, maka saya yakin Yesus pun akan mengatakan bahwa itu adalah tempat yang paling ideal bagi-Nya untuk menerima kematian: di antara para penjahat. Dia sendiri pernah mengatakan, bahwa Dia datang bukan untuk orang yang benar, melainkan untuk orang yang berdosa. Dan kini Dia berbahagia, oleh karena Dia mati di antara mereka.

Di sekeliling salib Yesus, tentu saja, ada banyak orang. Mereka dapat dibagi menjadi dua golongan. Yang satu, musuh-musuh Yesus. Yang lain, sahabat-sahabat Yesus. Akan tetapi, sesungguhnya keduanya menganut sikap yang sama. Yang satu tak merasa pantas untuk dihukum. Justru sebaliknya, mereka merasa pantas untuk menghukum. Yang lain juga tak merasa pantas untuk dihukum. Oleh karena itu, mereka "berdiri jauh-jauh" agar tidak ikut-ikutan dihukum.

Orang-orang seperti itu tidak layak berada di samping Yesus. Yang terpilih dan dianggap layak untuk mendampingi Yesus di saat yang mahapenting itu adalah para penjahat tersebut. Orang-orang yang justru merasa pantas dan siap menerima hukuman.

Sungguh menarik untuk dicatat bahwa ada dua orang yang segera dan secara langsung mengalami dampak pembebasan dari penderitaan Yesus. Keduanya adalah penjahat. Yang satu Barabas. Yang lain adalah yang digantung di sisi kanan Yesus.

Ini sama sekali tidak berarti suatu anjuran agar kita beramai-ramai menjadi penjahat. Sungguh tidak!

Yang ingin saya katakan adalah, untuk dapat menjadi sahabat sejati Yesus, sangat dibutuhkan sikap penyangkalan diri dan kerendahan hati. Sikap merasa pantas untuk dihukum. Sikap merasa siap untuk dihukum. Sikap merasa tidak layak bahkan untuk menerima pengampunan sekalipun.

Anugerah salib hanya dapat dialami oleh mereka yang mau menyalibkan diri. Menyalibkan ke"aku"annya. Menyalibkan seluruh kebanggaan dirinya, sampai tak tersisa.

Di hadapan salib Kristus, tidak ada yang lebih tidak layak daripada orang-orang yang merasa paling layak. Di hadapan salib Kristus, tidak ada yang lebih dibenci daripada kesombongan rohani. Yang melihat sesama dengan sikap menghakimi, menuntut, dan mengkhotbahi.

Sikap kerendahan hati dan penyangkalan diri inilah yang membedakan kedua penjahat yang berada di kiri dan kanan Yesus.

Bila kita mengikuti dengan cermat penuturan Lukas, maka jelaslah bahwa yang membedakan keduanya bukanlah bahwa yang satu mengenal Yesus sedang yang lain tidak. Atau bahwa yang satu percaya kepada Yesus, dan yang lain tidak. Menurut Lukas, keduanya mengetahui siapa Yesus sebenarnya. Keduanya memercayai bahwa Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan itu. Sungguh berbeda dengan apa yang selama ini kita pahami, bukan?

Coba saja dengarkan apa yang dikatakan oleh penjahat yang ada di sisi Yesus. Ia berkata, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" Ia tahu dan percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Sang Mesias!

Akan tetapi, pengetahuan dan kepercayaannya itu hanya melahirkan sikap menuntut: "Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" Ia percaya kepada Yesus, tetapi satu-satunya yang ia pedulikan sebenarnya adalah dirinya sendiri. Kepentingan-kepentingannya sendiri, keselamatannya sendiri.

Bukankah ini penyakit rohani yang sekarang sedang mewabah dengan hebatnya? "Percaya kepada Yesus" dan "selamatkanlah kami". Orang begitu getol dan penuh semangat menyebut-nyebut Yesus sebagai Kristus, tapi sebenarnya "buntut-buntut"nya (kalau bukan malah "jantung"nya) adalah: laksanakan keinginanku!

Tentu saja bentuk kepercayaan ini segera menjadi amat populer. Ibarat orang diminta untuk membeli lotre, plus jaminan akan memperoleh hadiah, siapa yang tak mau membelinya?! Siapa yang tak mau percaya kepada Yesus bila ada garansi untuk memperoleh hidup sukses?!

Namun, baiklah Anda berhati-hati! Iklan tak selalu sesuai dengan kenyataan. Itu cuma janji si penjual lotre. Kristus sendiri tak pernah menjanjikan itu.

Lho, bukankah Yesus sendiri yang mengatakan, bahwa barang siapa rela meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Dia, akan memperoleh pahala beratus-ratus ganda? Oya, tentu! Jangan Anda sangka saya tidak mengetahuinya.

Namun, yang dikatakan di sini adalah: tinggalkan semua, maka Anda akan mendapat. Bukan tinggalkan semua, supaya Anda mendapat. Apa motivasi Anda meninggalkan semua atau memperoleh semua? Mudah-mudahan jangan yang kedua, sebab yang kedua ini cuma memperlihatkan egoisme belaka.

Di sinilah kita mesti belajar dari penjahat yang kedua. Ia tidak menuntut, tetapi hanya memohon, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Cukuplah bila Yesus mengingatnya. Ia akan bersedia menerima apa pun yang Yesus putuskan. Bukan Yesus yang mesti menerima apa yang Dia putuskan.

Diambil dari: http://sabda.org/publikasi/icw/1114/