SEBUAH REFLEKSI

Pada sebuah keheningan
Aku melihat ...
Sorot mata penuh penyerahan diri nan sempurna.
Ada juga kulihat sekilas berganti dengan sorot mata ketakutan yang sangat akan siksa yang menjemput di depan. Namun, hanya sekilas sorot ketakutan itu nampak. Selebihnya hanya penyerahan meraja.
Kemudian aku saksikan ...
Jerit kesakitan yang menyengat ketika cambuk mendarat di kult. Dan kembali jeritan-jeritan yang terlontar mengandung penyerahan yang mendalam.
Lantas aku lihat ...
Tetes demi tetes darah mulai mengalir. Di satu tempat... dua tempat... tiga tempat... dan akhirnya di sekujur tubuh. Tetesan darah yang yang memilukan. Dan lagi-lagi, penyerahan utuh mewarnai merahnya darah.
Berikutnya aku dengar ...
Erangan bergema dari atas kayu salib sebagai tanda dari derita tak terkira. Penderitaan yang harus dipikul oleh Tubuh yang terpaku demi menanggung apa yang tidak dilakukanNya. Tapi derita dilalui juga dengan penyerahan sejati.
Kembali aku mendengar ...
Teriakan akhir, “BapaKu ... BapaKu ... mengapa Engkau meninggalkan Aku?” mengiringi kematianNya. Kematian sebagai karya yang penuh kesakitan tak terhingga. Namun teriakan itu diikuti oleh penyerahan tak tercela.
Begitulah ...
PENYERAHAN TOTAL
Sebagai buah kasih sejati
Menjadi landasan
Akan pengorbanan Sang Putera
Demi misi
Karya penyelamatan
Lalu ...
Mengapa hati masih mengeras
Kepala menengadah arogan
Jiwa mencari pembenaran
Pikiran memburu pembelaan
Mengapa ...?

28032007