Jika Jumat Agung Adalah Film, Yesus Kristuslah Protagonisnya
Tab primer
Setelah melihat puluhan tayangan ulang, hampir semua orang pasti tahu cerita sang pahlawan sekarang.
Anak Allah datang ke dunia yang telah jatuh dalam rupa manusia. Lahir dari perawan, Dia melayani dan kemudian mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita dan bangkit kembali -- mengalahkan maut dan membuka jalan kepada Allah Bapa. Ini adalah kisah yang sudah sangat kita kenal.
Jadi, hanya untuk sedikit menggabungkannya, kita akan melihat cerita Jumat Agung dari sudut lain - kita akan menyelidiki penjahatnya. Ketika kita melihat tokoh-tokoh seperti itu, atau bahkan bangsa Israel dalam penyembahan berhala mereka, kita sering berpikir bahwa kita lebih baik daripada mereka.
Namun, sebenarnya kita sendiri bukanlah pahlawan. Jadi, sekelompok orang ini layak untuk dilihat secara khusus karena masing-masing cerita mereka memperingatkan kita tentang kemungkinan kita sendiri tersandung dan jatuh. Inilah mereka, dengan peringatan masing-masing:
- Yudas Iskariot -- KESERAKAHAN
- Pontius Pilatus -- (KURANGNYA) HATI NURANI
- Orang-orang -- KETIDAKSETIAAN
- Orang Farisi, Saduki dan Ahli Taurat -- KEMUNAFIKAN
Kita mulai dengan tokoh antagonis utama, penjahat utama -- Yudas Iskariot.
Yudas adalah salah satu dari 12 murid. Dia tinggal bersama Yesus dan murid-murid lainnya, dan mengikuti pelayanan Yesus selama tiga tahun penuh. Dia ada di sana menyaksikan pengajaran dan mukjizat - dia tahu Yesus yang sebenarnya.
Namun, karena dipercayakan dengan peran sebagai bendahara, dia dengan berani mencuri dan mengambil uang dari dalam "kotak uang" (Yohanes 12:6). Ketika kita melihat perilaku seperti itu, kita perlu melihat inti masalahnya -- imannya kepada Yesus. Yudas mungkin pernah ada dalam pelayanan - dia bahkan salah satu dari 12 - tetapi menurut saya dia belum dilahirkan kembali. Tenggelam dalam dosa, Yudas tidak "bersih" (Yohanes 13:10-11).
"Yesus berkata kepadanya, 'Orang yang sudah mandi hanya perlu membasuh kakinya, tetapi sudah bersih seluruhnya. Kamu sudah bersih, tetapi tidak semua dari kalian bersih.' Sebab, Yesus tahu siapa yang akan mengkhianati Dia. Itu sebabnya, Dia berkata, 'Tidak semua dari kalian bersih." (Yohanes 13:10-11, AYT)
Benar-benar membuat Anda berpikir, bukan? Kita dapat bergereja semau kita, terlihat suci dan bahkan akrab dengan Yesus (Lukas 22:47-48), tetapi apakah itu sungguh-sungguh? Apakah kita benar-benar seorang murid atau seseorang yang akan mengkhianati Dia demi hal yang menyenangkan?
Kebenarannya adalah bahwa di banyak titik dalam hidup kita, kita akan gagal dan bertindak seperti Yudas. Allah tolonglah kami: Semoga kami tidak pernah mendengar kata-kata penghakiman Tuhan dalam Matius 7:22-23.
"Pada waktu itu, banyak orang akan berkata kepada-Ku, 'Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat dalam nama-Mu, dan mengusir roh-roh jahat dalam nama-Mu, dan melakukan banyak mujizat dalam nama-Mu?' Lalu, Aku akan menyatakan kepada mereka, 'Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari-Ku, kamu yang berbuat pelanggaran!'" (Matius 7:22-23, AYT)
Akan tetapi, pilihan Yudas benar-benar mengejutkan. Bagaimana seseorang bisa melihat Yesus melakukan mukjizat demi mukjizat, tetapi tetap melawan Dia?
Saya hanya dapat menyimpulkan bahwa masalah Yudas adalah keserakahan. Dan, kecintaannya pada uang akhirnya membuka pintu bagi Setan untuk menggunakan dia (Yohanes 13:27) untuk mengkhianati Kristus.
Itu peringatan bagi kita orang Asia yang kaya raya. Masyarakat kita menghargai kekayaan materi, dan Yesus memiliki kata-kata menakutkan bagi orang kaya (Matius 19:16-24).
Akhir Yudas tragis. Sebagian besar dari kita mengingat kisah bunuh dirinya yang mengerikan dengan gantung diri, tetapi kita tidak cukup memperhatikan momen penyesalannya.
"Ketika Yudas, yang menyerahkan Yesus, melihat bahwa Yesus dijatuhi hukum, ia merasa menyesal dan mengembalikan 30 keping perak kepada imam-imam kepala dan para tua-tua ..." (Matius 27:3, AYT).
Itulah momennya! Saya bertanya-tanya apakah sebelumnya Yudas berpikir bahwa uang itu akan meringankan rasa bersalah karena berbalik kepada Kristus. Untuk waktu yang cukup lama, menyerahkan Yesus untuk ditangkap tidak sia-sia. Tiga puluh keping perak itu sepadan.
Kita memiliki pola pikir yang sama. Apa yang akan kita hentikan ketika datang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan? Saya bertanya-tanya apakah sambil memegang koin di tangannya, Yudas menyadari bahwa uang itu tidak akan pernah cukup. Itu tidak akan berhasil.
Kita beralih ke Pontius Pilatus: Gubernur Romawi di Yudea pada saat Yesus diadili.
Beberapa fakta menarik -- Pilatus sebenarnya berasal dari Spanyol. Ia menikah dengan cucu perempuan kaisar Romawi. Pria itu brutal, ragu-ragu, dan tidak memiliki kompas moral apa pun. Namun, apa yang berguna untuk diingat ketika kita memikirkan reaksi Pontius adalah bahwa tujuan gubernur Romawi yang baik adalah menjaga perdamaian.
Sekarang, meskipun dia paling sering dikenang sebagai orang jahat yang berperan dalam menghukum mati Yesus dengan penyaliban, apa yang sebagian dari kita mungkin tidak ingat adalah bahwa dia enggan untuk mengirim Yesus ke kematian-Nya. Kita melihat keengganan ini paling jelas dalam beberapa bagian dari Lukas 23.
- "... lalu berkata kepada mereka, 'Kamu membawa Orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan orang banyak. Akan tetapi, ketika aku mengadili-Nya di hadapanmu, aku tidak menemukan kesalahan seperti yang kamu tuduhkan kepadanya." (Lukas 23:14, AYT)
- "Untuk ketiga kalinya Pilatus bertanya kepada mereka, 'Mengapa? Kejahatan apa yang telah dilakukan Orang ini? Ia tidak bersalah. Aku tidak menemukan kesalahan apa pun pada-Nya yang layak mendapat hukuman mati. Karena itu, aku akan menghajar-Nya lalu melepaskan-Nya.'" (Lukas 23:22, AYT)
Pilatus tahu dalam pikirannya bahwa Yesus tidak bersalah.
Kita tidak boleh lebih takut pada manusia daripada Allah.
Dan jika itu belum cukup, istrinya pun mengimbau hatinya. Pontius menerima sepucuk surat dari Nyonya Pilatus selama persidangan: "Ketika Pilatus duduk di kursi pengadilan, istrinya mengirim pesan kepadanya, 'Jangan lakukan apa pun terhadap Orang benar itu. Sebab, aku telah menderita banyak hal hari ini dalam mimpi karena Dia'" (Matius 27:19, AYT).
Saya tidak berpikir bahwa surat dari istrinya adalah hal yang acak. Saya pikir itu adalah kesempatan untuk melakukan hal yang benar, tetapi Pontius mengacaukannya.
Yesus memberinya begitu banyak anugerah, bahkan audiensi pribadi dalam Yohanes 18:33-40. Dalam suasana yang akrab itu, Pontius Pilatus, seorang hakim yang tidak benar, berhadapan muka dengan Hakim yang Adil. Dia mengabaikan kebenaran -- hati nuraninya dan Kristus.
Pilatus berkata, 'Jadi Engkau seorang raja?' Yesus menjawab, 'Engkaulah yang mengatakan bahwa Aku adalah raja. Untuk inilah Aku lahir, dan untuk inilah Aku datang ke dunia, yaitu untuk bersaksi tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran akan mendengarkan suara-Ku.'" (Yohanes 18:37, AYT)
Jangan pernah kita mengeraskan hati seperti itu. Bertatap muka dengan Anak Allah, dan kemudian menyerahkan Dia - sungguh merupakan sebuah tragedi. Kita tidak boleh menjadi lebih takut pada manusia ketimbang kepada Allah. Namun demikian, sungguh luar biasa untuk menyaksikan bagaimana Allah masih mempraktikkan belas kasihan, bahkan ketika Anak-Nya dikutuk untuk disalibkan.
Pemimpin pengajar saya di BSF menyimpulkan sikap ini dengan indah: "Barabas bukan satu-satunya yang menukar perbudakan dengan kebebasan lewat pertukaran dengan Yesus hari itu. Kita semua melakukannya."
Awal minggu ini, saya menulis tentang orang banyak saat Yesus masuk ke Yerusalem dengan penuh kemenangan.
Cukup gila untuk berpikir bahwa beberapa dari mereka yang meneriakkan "Hosana" sembari melambai-lambaikan daun palma kepada-Nya mungkin berada di tengah kerumunan yang menuntut penyaliban-Nya hanya selang beberapa hari kemudian.
Saya ingat menonton Passion of the Christ bertahun-tahun yang lalu, dan untuk pertama kalinya, memiliki gambaran wajah penuh kebencian dari kerumunan di persidangan. Ketika saya melihat adegan itu, saya merasakan kemarahan.
Bagaimana mungkin orang-orang berpaling dari-Nya seperti itu? Bagaimana mungkin mereka menukar Barabas dengan Yesus? Bagaimana mereka bisa melakukan itu. Mereka.
Itu kata yang membuat jarak yang bagus antara kita dan kejahatan. Namun, tidak. Itu tidak bertanggung jawab. Kata yang seharusnya kita gunakan adalah "kita". Bagaimana kita bisa melakukan itu kepada Kristus? Karena, sebenarnya kita melakukannya sepanjang waktu.
Sama seperti Yudas dan orang banyak, kita bersalah karena mengkhianati Dia, dan kerinduan-Nya bagi kita, dengan harapan mendapatkan apa yang kita inginkan -- atau apa yang kita pikir kita butuhkan.
Bukan hanya suara orang banyak yang memakukan Yesus di kayu Salib. Itu adalah kita. Itu adalah kita semua -- kita semua adalah Barabas. Dosa kita memaku Kristus di kayu Salib, dan Dia mati untuk keselamatan kita - bahkan saat kita meludahi dan mengutuki Dia.
Saya percaya pertanyaan yang lebih baik untuk diajukan adalah bagaimana mungkin Allah menukar kita dengan Yesus? Saya tidak bisa memberi tahu Anda persis bagaimana - tetapi saya pikir itu ada hubungannya dengan kasih.
Akhirnya, permainan berakhir, dan kita mendapatkan beberapa bos terakhir: Orang Farisi, Saduki, dan Ahli Taurat -- pemimpin komunitas dan guru pada masa itu.
Mari kita lihat beberapa pengetahuan kontekstual terlebih dahulu.
Sederhananya, saya hanya akan mengatakan bahwa orang Farisi dan Saduki tidak sepakat dalam beberapa hal secara doktrin. Perbedaan lainnya adalah bahwa orang Saduki adalah orang kaya kelas atas, sedangkan orang Farisi adalah orang kelas menengah yang mengelola sinagoge pada masa itu.
Namun, mereka bisa disatukan dalam artikel ini karena seperti halnya penjahat, kedua belah pihak membentuk aliansi jahat untuk menjatuhkan Yesus (Markus 14:53).
Terakhir, pekerjaan para juru tulis adalah melestarikan Alkitab. Masalahnya adalah kemunafikan karena tidak mempraktikkan apa yang mereka khotbahkan dan juga menambahkan tradisi dan aturan pada Kitab Suci. Itu adalah kesalahan mereka semua -- menyembunyikan semangat religius di balik penampilan luar iman.
Bacalah keseluruhan Matius 23. Membacanya sangatlah menakutkan.
Di dalamnya, Yesus mengutuk para ahli Taurat karena mengetahui hukum dan berani mengajarkannya kepada orang-orang tanpa terlebih dahulu mempraktikkannya sendiri. Bagi saya, memikirkan tentang teguran itu mengingatkan Yakobus 3:1 (AYT): "Jangan ada banyak di antara kamu yang menjadi guru karena kamu tahu bahwa kita yang mengajar akan dihakimi dengan ukuran yang lebih berat."
Tidak hanya banyak orang Farisi dan Saduki yang tidak cocok menjadi guru yang sukses. Mereka adalah para pengusaha, orang-orang kelas atas yang lebih senang menjalankan hukum daripada memperluas gerbang Kerajaan Surga. Mereka mulai membebani orang-orang dengan tradisi dan aturan buatan manusia dan benar-benar menjauhkannya dari Allah.
Matius 23:23 memberi tahu kita bahwa para pemimpin agama ini legalistik dan bersemangat untuk melakukan hukum tanpa memahami esensi di baliknya - keadilan dan belas kasihan dan iman.
Itu hanya salah satu contoh cara keji mereka, tetapi sungguh, kita tidak lebih baik. Beberapa dari kita sama sekali tidak malu ketika harus memberi tahu jemaat kita apa yang harus dilakukan - dan dengan terang-terangan tidak melakukan hal itu sendiri.
Semoga kita menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar! Semoga kita rendah hati dan berbelas kasih terhadap tuduhan kita, sadar akan kejatuhan kita sendiri juga.
Tuhan, ampunilah aku karena selama ini aku tidak menggembalakan umat-Mu dengan baik. Maafkan aku karena selama ini aku menjadikan hubunganku dengan-Mu sebagai agama belaka.
Jika Jumat Agung adalah sebuah film, maka Yesus Kristus akan menjadi protagonisnya.
Akan tetapi, Dia akan menjadi satu-satunya orang baik. Kita semua akan menjadi orang jahat. Dan, kita membohongi diri kita sendiri jika kita berpikir sebaliknya (Roma 3:10-12). Saya tidak tahu apakah Anda pernah menonton filmnya, tetapi saya dapat memberi tahu Anda bahwa semuanya memiliki akhir yang bahagia.
Saya tidak akan membocorkannya lebih jauh untuk Anda, tetapi saya harap Anda melihatnya sendiri di sini. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Thir.st |
Alamat situs | : | https://thirst.sg/the-villains-of-easter |
Judul asli artikel | : | If Good Friday was a movie, then Jesus Christ would be its protagonist |
Penulis artikel | : | Gabriel Ong |