Skip to main content
Submitted by admin on

J.I Packer

"Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya."

2 Korintus 8:9 (TB)

Kita sekarang mengerti apa yang dimaksud dengan frasa "Anak Allah mengosongkan diri-Nya dan menjadi miskin." Frasa itu memiliki pengertian mengesampingkan kemuliaan (kenosis yang sebenarnya); pembatasan kuasa secara sukarela, penerimaan kesukaran, pengasingan, perlakuan buruk, kebencian, dan kesalahpahaman; akhirnya, kematian yang melibatkan penderitaan yang luar biasa secara rohani, bahkan lebih daripada secara jasmani sehingga hati-Nya hampir hancur menyadari apa yang akan dialami-Nya (lihat Lukas 12:50, dan cerita Getsemani).

Sukacita

Frasa "Anak Allah mengosongkan diri-Nya dan menjadi miskin" berarti kasih tertinggi untuk manusia yang tidak layak dikasihi. Melalui kemiskinan-Nya, manusia dibuat menjadi kaya. Pesan Natal adalah ada harapan bagi kemanusiaan yang rusak harapan diampuni, harapan berdamai dengan Allah, harapan mendapat kemuliaan karena oleh kehendak Bapa, Yesus Kristus menjadi miskin dan dilahirkan di kandang sampai tiga puluh tahun kemudian, Ia digantung di kayu salib. Ini merupakan cerita

paling indah yang pernah didengar atau yang akan didengar oleh dunia.

Kita berbicara tentang 'semangat Natal" dengan fasih. tetapi jarang dengan makna yang melebihi tingkat sukacita sentimental dengan basis keluarga. Namun. apa yang kita telah pelajari menyatakan dengan jelas bahwa frasa tersebut sesungguhnya memiliki bobot makna yang sangat dalam. Frasa itu berarti mereproduksi sifat-Nya dalam hidup manusia, yaitu demi kita. la bersedia menjadi miskin pada hari Natal pertama. Dan semangat Natal sendiri harus menandai setiap orang Kristen sepanjang tahun.

Kita merasa malu hati ini karena begitu banyak orang Kristen saya ingin lebih spesifik: orang Kristen yang paling baik dan paling ortodoks ~ yang hidup di dunia ini dengan sikap seperti imam dan kaum Lewi dalam perumpamaan Tuhan, yang menyadari kebutuhan manusia di sekitarnya, tetapi (setelah memberi harapan yang saleh, dan mungkin juga doa, agar Allah mencukupi kebutuhan mereka) kemudian memalingkan muka, dan berjalan lewat di seberang jalan. Ini bukan semangat Natal. Ini juga bukan semangat orang Kristen celakanya, ada begitu banyak orang Kristen, yang ambisi dalam hidupnya tampaknya terbatas hanya untuk membangun rumah Kristen kelas menengah yang nyaman, dan berteman dengan orang-orang Kristen kelas menengah yang menyenangkan, dan membesarkan anak-anak mereka dalam cara Kristen kelas menengah yang menyenangkan, dan mengabaikan kelompok masyarakat kelas bawah, baik Kristen maupun non-Kristen, demi meneruskan perjalanan mereka sendiri.

Semangat Natal tidak bersinar melalui orang Kristen yang suka membanggakan diri. Sebab semangat Natal adalah semangat orang-orang, yang seperti Guru mereka, menjalani hidup dengan prinsip menjadikan diri sendiri miskin memakai dan dipakai hidupnya untuk memperkaya sesamanya, memberikan waktu, usaha, perhatian, dan pergumulan, untuk melakukan kebaikan kepada orang lain dan bukan hanya untuk teman-teman mereka sendiri dengan cara apa pun yang tampaknya dibutuhkan.

Tidak banyak orang yang menunjukkan semangat ini sebagaimana seharusnya. Jika Allah dalam kemurahan-Nya mau membangkitkan kita, maka salah satu hal yang Ia akan lakukan adalah menanamkan semangat ini dalam hati dan hidup kita. Jika kita ingin mengalami kebangunan rohani untuk diri kita sendiri secara individual, satu langkah yang perlu kita ambil

adalah berusaha mengembangkan semangat ini. "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita, Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (II Korintus 8:9). "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Filipi 2:5). "Aku akan mengikuti petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab Engkau melapangkan hatiku" (Mazmur 119:32).

Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." (Lukas 9:58, TB)