Hari Raya Roti Tidak Beragi

Hari Raya Roti Tidak Beragi: Bagaimana Kepergian yang Tergesa-gesa Mempersiapkan Kita untuk Menantikan Kristus

Lalu lintas di jalan raya macet di kedua arah. Saat kami duduk di sana, jam terus berjalan, kami semakin merasa bahwa saya tidak akan tiba tepat waktu untuk penerbangan. Kecemasan mulai muncul saat kami menunggu antrean panjang mobil mulai bergerak. Kami sudah siap dan tidak sabar untuk berangkat, saya takut akan tertinggal saat pesawat lepas landas.

Hari Raya Roti Tidak Beragi melihat ke belakang dan mengingat kecemasan, kesiapan, dan penantian akan perjalanan yang akan segera terjadi -- pelarian bangsa Israel dari perbudakan di bawah Firaun ke dalam penyembahan dan pelayanan kepada Tuhan.

Konteks Perayaan

Perintah untuk merayakan hari raya ini ditemukan dalam Imamat 23:6-8, Bilangan 28:16-25, dan Ulangan 16:1-8. Dalam teks-teks ini, kita mengetahui bahwa bangsa Israel diperintahkan untuk merayakan Paskah pada senja hari pada hari ke-14 bulan pertama setiap tahun. Perayaan ini segera diikuti oleh Hari Raya Roti Tidak Beragi, yang akan berlangsung selama tujuh hari. Pada hari pertama dan terakhir dari perayaan tersebut, tidak ada pekerjaan biasa yang boleh dilakukan. Setiap hari, persembahan makanan akan dipersembahkan kepada Tuhan. Selama periode itu, tidak ada roti beragi yang boleh dimakan. Bahkan, tidak ada ragi yang boleh ada di antara orang-orang selama perayaan itu (Kel. 12:15, 19).

Gambar:gambar

Roti beragi dan tidak beragi adalah hal yang umum di Timur Dekat kuno. Roti tidak beragi mungkin dibuat dengan tergesa-gesa saat menyajikan makanan untuk tamu yang tidak terduga (Kej. 19:3; 1 Sam. 28:24). Roti beragi dibuat dengan mengambil sedikit adonan lama yang telah difermentasi dan mengolahnya menjadi adonan baru. Ragi yang lama akan menyebabkan adonan yang baru berfermentasi dan mengembang. Penggunaan adonan tidak beragi yang umum digunakan ketika dibutuhkan kecepatan berhubungan dengan alasan perayaan tersebut, yang dinyatakan secara eksplisit dalam Keluaran 12:17; 13:3, 8-10 dan Ulangan 16:3. Perayaan ini adalah untuk memperingati kepergian bangsa Ibrani yang tergesa-gesa, penantian dan penerimaan mereka atas pembebasan dari perbudakan Mesir setelah tulah terakhir.

Makna Utama dari Hari Raya Pondok Daun

Dalam Keluaran 12, ketika Tuhan menjelaskan tentang kurban Paskah yang akan dipersembahkan oleh bangsa Israel pada malam itu dan setiap tahun untuk memperingati pembebasan mereka, Dia mengatakan bahwa mereka harus memakan makanan Paskah dengan mengenakan ikat pinggang, kasut, dan tongkat di tangan. Makanan itu harus dimakan dengan cepat (ayat 11). Setelah kematian anak-anak sulung Mesir, bangsa Israel akan diusir dari tanah itu dan tidak akan bisa menunggu roti beragi mengembang (ayat 39). Mereka akan menyebut roti tidak beragi yang disiapkan dengan cepat pada hari raya itu sebagai "roti penderitaan" (Ul. 16:3).

Pengaturan dan instruksi dari hari raya ini membantu kita untuk memahami makna utamanya bagi bangsa Israel. Pertama dan terutama, dengan hubungannya dengan Paskah dan keberangkatan dari Mesir, roti tidak beragi mengingatkan bangsa Israel akan kesegeraan pembebasan mereka. Untuk berpartisipasi dalam rencana Allah untuk mengubah mereka dari budak Firaun menjadi umat dan bangsa-Nya sendiri, bangsa Ibrani harus berangkat pada malam itu juga, tanpa persiapan dan sepenuhnya bergantung pada Allah untuk perjalanan yang akan mereka lalui. Menunggu dengan cemas sampai tulah terakhir berakhir dan perlindungan yang dijanjikan terwujud, mereka makan Paskah dan kemudian membawa adonan tidak beragi di atas punggung mereka (Kel. 12:34).

Persyaratan tahunan bahwa tidak ada seorang pun yang datang dengan tangan kosong pada hari raya tersebut (Kel. 23:15) menyoroti penyediaan Tuhan dalam perjalanan, dan kemudian di tanah perjanjian. Perjalanan di padang gurun itu sendiri merupakan masa-masa ujian, ketergantungan penuh pada Tuhan untuk makanan dan air sehari-hari (Kel. 16-17). Bahkan dengan penyediaan Allah yang penuh kasih karunia, salah satu keluhan yang terus menerus dari orang Israel adalah tentang makanan yang mereka tinggalkan di Mesir (misalnya, Bil. 11:5). Perayaan untuk memperingati berkat Tuhan adalah pengingat yang dibutuhkan bagi bangsa yang cenderung bersungut-sungut. Membawa mereka kembali setiap tahun ke awal perjalanan mereka mengingatkan bangsa Israel akan pembebasan mereka dari perbudakan dan akan penyediaan Allah yang ajaib sejak saat itu.

Penggenapan dan Penerapan

Ragi, pada dasarnya, adalah simbol yang netral secara moral. Meskipun sebagian besar persembahan kurban dalam Perjanjian Lama disertai dengan roti yang tidak beragi, roti yang beragi menyertai beberapa persembahan (Im. 7:13; 23:17); roti tersebut tidak melambangkan dosa dalam sistem persembahan kurban. Simbolisme yang sama juga terdapat dalam Perjanjian Baru. Meskipun penggunaan metafora ragi sering kali bersifat negatif, melambangkan penyebaran dosa (misalnya, Matius 16:6; 1 Korintus 5:6-8), Yesus juga menggunakannya secara positif, menyamakan penyebaran Kerajaan Surga dengan ragi (Matius 13:33). Karena alasan-alasan ini, kita tidak boleh memahami Hari Raya Roti Tidak Beragi sebagai sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan metafora ragi untuk menggambarkan penyebaran dosa.

Perayaan untuk memperingati berkat Tuhan adalah pengingat yang dibutuhkan bagi bangsa yang cenderung bersungut-sungut. (Oleh: J. Michael Thigpen)

Sebaliknya, konteks yang tepat untuk memahami makna dan penggenapan yang sedang berlangsung dari Hari Raya Roti Tidak Beragi adalah Paskah. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Kristus adalah Paskah kita. Pengorbanan-Nya menjamin keselamatan kita dan menyediakan pembebasan yang digambarkan dalam Keluaran. Hari Raya Roti Tidak Beragi adalah peringatan atas peristiwa tersebut. Perayaan ini mengingatkan bangsa Israel bahwa mereka harus melarikan diri dari perbudakan pada malam itu juga. Mereka tidak bisa menunggu roti mereka mengembang. Untuk memulai perjalanan mereka, mereka harus rela berangkat tanpa persiapan dan bergantung pada Allah.

Bagi kita, konteksnya terbalik. Kita telah menerima keselamatan, tetapi kita menantikan penyempurnaannya. Jadi kita dipanggil untuk menunggu dengan penuh kewaspadaan. Alih-alih mengetahui bahwa kita akan pergi malam ini, kita harus siap sedia untuk kedatangan Kristus pada waktu yang tidak kita ketahui (Matius 25:1-13). Tidak ada yang boleh menyita perhatian kita sehingga membuat kita tidak siap untuk pergi ketika Dia datang kembali dan kita dipanggil pulang untuk berdiri di hadapan-Nya (Lukas 21:34-36).

Kita harus bekerja sangat keras menantikan kedatangan Sang Raja dengan usaha yang sama seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel pada malam itu, dengan adonan roti yang diikatkan di punggung mereka, kasut yang dikenakan, dan tongkat di tangan. Seperti bangsa Israel yang siap sedia, kita harus menolak untuk membiarkan apa pun menghalangi kita untuk bersiap-siap menyambut kedatangan Kristus yang pasti akan terjadi. (t/Jing-jing)

Diambil dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://www.thegospelcoalition.org/article/feast-unleavened-bread/
Judul asli artikel : Feast of Unleavened Bread: How a Hasty Escape Prepares Us to Wait for Christ
Penulis artikel : J. Michael Thigpen