Saksi Martir

Pada tahun 202, kaisar Septimius Severus khawatir terhadap pertumbuhan gereja. Karena itu, ia melarang agama Kristen. Namun banyak orang Kristen yang yang mengabaikan larangan ini. Termasuk di antaranya seorang wanita muda bernama Perpetua. Akibatnya, ia harus dihukum mati.

Selama menanti ekskusi, wanita ini membawa buku harian dalam penjara. Dengan mengharukan, dia menuliskan kegembiraannya ketika bayinya diizinkan tinggal bersamanya. “Penjara tiba-tiba menjadi istana, sehingga aku sangat ingin tinggal di sana daripada di tempat lain mana pun.”
Ayahnya berusaha membujuk Perpetua. “Anakku, kasihanilah aku yang sudah ubanan ini…jangan tinggalkan aku. Lepaskanlah kebanggaanmu!” Ia menjawab, “Terjadilah seperti yang dikehendaki Allah!” Kemudian Hilarianus, sang Gubernur juga ikut membujuk,”Kasihanilah ayahmu yang sudah tua. Kasihanilah anak laki-lakimu yang masih bayi. Persembahkanlah korban bagi keselamatan para kaisar.” Perpetua dan teman-temannya menolak. Perpetua menulis, “Kami dikutuk seperti binatang buas dan dikembalikan ke penjara.”
Seorang teman Kristen mengakhiri cerita ini, “Hari kemenangan mereka tiba, dan mereka berbaris dari penjara menunju amphiteater, penuh sukacita seakan-akan hendak pergi ke sorga, dengan wajah tenang, gemetar, juga dengan kegembiraan, bukan ketakutan.”
Ketika harus mempertahankan iman kita, ingatlah bahwa ada banyak saksi yang mengitari kita. Mereka bagaikan awan yang mengelilingi kita.
 

“Darah para martir adalah benih gereja.”-- Tertulianus
 
 

Bacaan: Ibrani 12:1-17

 

Nas:“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” (Ibrani 12:2)