Jangan Kehendakku, Bapa
Tab primer
Oleh: N. Risanti
"Jika jiwaku berdoa kepadaMu, Tuhanku,
ajar aku t'rima saja pemberian tangan-Mu
dan mengaku, s'perti Yesus di depan sengsara-Nya:
Jangan kehendakku, Bapa, kehendak-Mu jadilah."
Saya selalu terkesan dengan syair dalam lagu Kidung Jemaat 460 di atas, yang mengandung satu ajaran yang sangat indah tentang doa. Dalam pergumulan dan kengerian-Nya menghadapi penderitaan salib yang berat, Yesus dengan rendah hati menyerahkan diri kepada kehendak Bapa-Nya di surga. "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39) Tidak mudah untuk mengatakan hal tersebut ketika Yesus mengetahui kengerian macam apa yang akan dihadapi-Nya. Ia memang Anak Allah yang berkuasa, tetapi Ia juga manusia yang dapat merasakan sakit dan penderitaan. Dan, jalan salib adalah kutuk berat yang tidak seharusnya dan sepantasnya Ia terima. Tetapi, toh Yesus taat pada kehendak Bapa ketika cawan itu harus diterima-Nya. Dan, kita pun beroleh anugerah keselamatan lewat pengorbanan-Nya di kayu salib.
Doa Tuhan Yesus di taman Getsemani sesungguhnya mengungkapkan inti ajaran-Nya tentang sikap doa. Berdoa adalah satu sikap untuk merendahkan diri, menundukkan hati, dan menyerahkan hasil keputusan di bawah kedaulatan Tuhan. Tanpa ketiganya, doa akan kehilangan makna dan identitasnya yang sejati, yaitu terjadinya kedaulatan Allah. "Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu" juga akan menjadi satu pernyataan iman, yang menunjukkan bahwa kita percaya kehendak Allah adalah yang terbaik, yang akan membuahkan sesuatu yang baik dalam kehidupan kita. Itulah iman. Itulah doa yang sejati. Lalu, siapkah kita untuk selalu tulus berkata, "Bukan kehendakku, Bapa," di dalam doa-doa kita untuk tunduk dan percaya akan kuasa Allah yang besar? Mari, kita belajar dari Tuhan Yesus!