Dalam Bayangan Salib

Bagaimana Allah yang baik dan penuh kasih mengizinkan semua rasa sakit dan penderitaan ini terjadi?

Saya berdiri mematung sendirian di sebuah ruangan rumah sakit, memandangi bayi saya bernapas, sementara menopang punggungnya dengan hati-hati, sambil berharap dapat merasakan jantungnya masih berdetak. Napasnya dangkal dan mencemaskan, sementara kulitnya berwarna abu-abu kebiruan. Dia telah dalam keadaan tidak sadar, seolah untuk selamanya. Baju saya penuh dengan darah dan kotorannya, dan baunya hampir sama menusuknya dengan rasa sakit di hati saya.

Sementara para dokter mempersiapkan operasi darurat, mereka meletakkan bayi saya di tangan saya dan saya membuainya di dada saya. Bayi saya masih dalam keadaan kotor, tetapi saya tidak peduli. Dia adalah putra saya. Tidak ada yang dapat menjauhkan saya dari memeluknya erat, sementara saya menyanyi untuknya dalam penderitaan dan penantian.

Ketika para dokter mengambilnya dari gendongan saya, kenyataan menghantam saya bahwa saya terpercik dalam darahnya yang tak berdosa. Seluruh tebusan di kalvari menghantam saya saat itu. Ingatan itu menghancurkan dan sekaligus membebaskan. Saya telah memahami berbagai fakta tentang penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib, menerima karya keselamatan-Nya, dan menyerahkan hidup saya kepada-Nya setahun yang lalu.

Namun, hari ini saya tidak dapat berkata-kata saat saya bertahan dalam "keistimewaan" yang tidak akan dialami oleh kebanyakan orang, yaitu benar-benar berlumuran darah tak berdosa dari anak yang saya kasihi. Ada satu kedalaman di dalam Injil yang tidak dapat dipahami sampai Anda benar-benar mengalaminya. Menyeruak dalam hati saya betapa besarnya kasih Bapa sehingga Ia merelakan Anak-Nya yang tunggal untuk bertahan dalam penderitaan yang tidak pantas, mencurahkan darah suci-Nya untuk menutupi kekotoran dan rasa malu kita, dan menarik kita mendekat kepada-Nya.

Tak ada seorang pun di dunia ini yang dengannya saya mau menukarkan hidup anak saya, bahkan untuk memikirkannya pun saya tidak mau. Sebab, anak saya adalah yang saya kasihi. Jika demikian, sungguh betapa besarnya kasih Bapa bagi kita.

Anak saya selamat dari perjuangannya melawan kematian. Namun, pengalaman itu menyadarkan saya pada kenyataan bahwa saat tragedi menimpa, kita sering lupa akan penderitaan Kristus bagi kita. Kita marah ketika hidup menyakitkan dan lupa bahwa tak ada penderitaan yang kita alami, yang dapat kita bandingkan dengan penderitaan-Nya di bukit Kalvari. Kita lupa bahwa Allah dengan penuh kasih dan rela hati menawarkan Putra-Nya untuk menanggung penghukuman bagi dosa-dosa kita, mencurahkan darah-Nya yang mulia, dan mati menggantikan kita ... dan Yesus dengan penuh kasih dan rela hati menerima tugas itu.

Kita sering kali lupa bahwa kebanyakan rasa sakit kita muncul dari konsekuensi atas pilihan kita sendiri yang berdosa dan memberontak, dan semua rasa sakit kita merupakan hasil dari penolakan manusia terhadap Allah. Semuanya kembali ke taman Eden, ketika Allah menawarkan sebuah kehidupan yang bebas dari rasa sakit dan penderitaan, tetapi sebaliknya, manusia menginginkan kehidupan yang bebas dari Allah. Manusia memilih untuk memberontak terhadap Allah, sehingga rasa sakit dan penderitaan menjadi hasilnya.

"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23)

Akan tetapi, Allah, dalam kemurahan-Nya yang tak terbatas, berbelaskasihan kepada kita dan menyelamatkan kita dari penghukuman kita sendiri.

"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati -- Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:6-9)

Dalam banyangan salib, sulit untuk menyalahkan Allah karena mengizinkan kita mengalami penderitaan. Kita datang kepada-Nya penuh kekotoran, namun Dia membuai kita di dada-Nya, memeluk kita erat, dan bernyanyi atas kita dalam penderitaan dan penantian kita. Dalam terang keselamatan kita, bahkan lebih sulit bagi kita untuk memahami betapa besarnya kasih Bapa bagi kita.

Diterjemahkan dari:

Nama situs : cbn
Alamat URL : http://www.cbn.com/spirituallife/Devotions/ThomasKathy-easter-cross.aspx
Judul Renungan : In The Shadow of the Cross
Penulis : Kathy Thomas
Tanggal akses : 08 Januari 2014