Minggu Paskah

Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur. Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?" Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling. Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut, tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena takut. Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-murid-Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu. (Markus 16:1-8)

Tanpa Paskah, kita tidak akan mengetahui tentang Yesus. Jika kisah-Nya berakhir dengan penyaliban-Nya, kemungkinan besar Dia akan dilupakan -- orang Yahudi lain disalibkan oleh Kerajaan Romawi pada abad berdarah yang menyaksikan ribuan penyaliban semacam itu. Mungkin satu atau dua jejak tentang Dia akan muncul dalam sumber-sumber kerabian Josephus atau orang Yahudi, tetapi hanya sebatas itu. Bahkan, tanpa Paskah, kita tidak akan merayakan "Jumat Agung" karena tidak akan ada komunitas kekal yang mengingat dan memaknai kematian-Nya.

Jadi, Paskah benar-benar sentral. Akan tetapi, apakah Paskah itu? Tentang apakah kisah Paskah itu? Pada satu tingkat, jawabannya sangat jelas: Allah membangkitkan Yesus. Ya. Lalu apa artinya? Apakah itu tentang mukjizat yang paling spektakuler, yang pernah terjadi? Apakah itu tentang janji di akhirat? Apakah itu tentang Allah yang membuktikan bahwa Yesus benar-benar anak-Nya?

Ketika kita merenungkan tentang Paskah, kita harus mempertimbangkan beberapa pertanyaan yang mendasar. Kisah macam apakah kisah Paskah itu? Dalam bahasa apa kisah itu diceritakan, dan bagaimana bahasa itu digunakan? Apakah mereka dimaksudkan sebagai laporan bersejarah sehingga itu harus dipahami sebagaimana sejarah mengingatnya (entah itu benar atau salah)? Atau apakah kisah tersebut menggunakan perumpamaan dan kiasan untuk menyampaikan kebenaran yang jauh lebih banyak dari kenyataan? Atau semacam kombinasi dari keduanya?

Sebagian dari kita yang tumbuh sebagai orang Kristen memiliki sebuah "pemahaman awal" tentang Paskah, sama seperti halnya tentang Jumat Agung dan Natal, yang membentuk pendengaran kita akan kisah-kisah ini. Demikian juga kebanyakan orang non-Kristen, tetapi yang pernah mendengar hal-hal tentang kekristenan. Karena biasanya terbentuk pada masa kecil, pemahaman awal ini merupakan hasil kombinasi kisah-kisah Paskah dari seluruh Injil yang menjadi satu gabungan lalu dilihat secara keseluruhan melalui saringan khotbah dan pengajaran Kristen, himne, dan liturgi. Kita membawa pemahaman awal tentang arti Paskah ke dalam kisah-kisah Injil.

Pemahaman awal yang menyebar luas ini menekankan kebenaran sejarah dari kisah-kisah tersebut, dalam bentuk yang lebih keras atau lebih lembut. Bentuk yang keras, ditegaskan oleh orang-orang Kristen yang memegang teguh pada Alkitab yang tidak mungkin salah, dengan melihat setiap detail sebagai kebenaran yang nyata, literal, dan tak bercacat. Banyak orang Kristen lainnya menegaskan bentuk yang lebih lembut. Dengan menyadari perbedaan dalam kisah-kisah tersebut, mereka tidak memaksakan ketepatan fakta setiap detail. Mereka tahu bahwa saksi-saksi suatu kejadian bisa membedakan dalam detail-detail (pikirkan tentang kesaksian-kesaksian yang berbeda mengenai sebuah kecelakaan mobil), tetapi masih tetap menjadi saksi-saksi yang dapat dipercaya tentang kenyataan dasar suatu kejadian (kecelakaan tersebut benar-benar terjadi).

Jadi, bentuk yang lebih lembut tidak peduli tentang apakah ada satu malaikat (Markus dan Matius) atau dua (Lukas) di kubur itu, atau tentang bagaimana mengombinasikan kisah-kisah yang dialami para pengikut Yesus dalam hidupnya dan di sekitar Yerusalem, tempat mereka tinggal sampai hari Pentakosta (Lukas), dengan kisah bahwa mereka kembali ke Galilea, tempat mereka pertama kali bertemu dengan Yesus yang telah bangkit (Matius, dan secara tersirat, Markus). Akan tetapi, bentuk yang lebih lembut benar-benar menegaskan kebenaran dasar dari sejarah: kubur itu benar-benar kosong; ini karena Allah yang mengubah jasad Yesus (dan bukan, sebagai contoh, karena seseorang mencuri jasad-Nya atau karena mereka pergi ke kubur yang salah); dan Yesus benar-benar menampakkan diri kepada para pengikut-Nya setelah kematian-Nya dalam rupa yang dapat dilihat, didengar, dan disentuh.

Begitu sentralnya kebenaran sejarah kisah Paskah bagi banyak orang Kristen sehingga, jika kisah itu tidak terjadi seperti itu, dasar dan kebenaran kekristenan lenyap. Untuk menggarisbawahi pernyataan ini, sebuah ayat dari Paulus sering kali dikutip: "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu" (1 Korintus 15:14). Kita setuju dengan pernyataan ini, bahkan saat kita tidak berpikir bahwa pernyataan ini pada hakikatnya menunjuk pada kebenaran sejarah tentang kubur kosong.

Namun, kita diyakinkan bahwa penekanan pada kebenaran sejarah kisah Paskah, seolah-olah kisah-kisah tersebut sedang melaporkan kejadian-kejadian yang mungkin sudah difoto, dengan cara-cara yang dapat mereka pahami. Di satu sisi, hal itu adalah batu sandungan bagi orang-orang yang sulit memercayai bahwa kisah-kisah tersebut nyata. Jika pemikiran-pemikiran bahwa memercayai kisah-kisah ini sebagai kebenaran sejarah sangat penting untuk menjadi seorang Kristen, mereka merasa bahwa mereka tidak dapat menjadi orang Kristen. Masalahnya tidak hanya sekadar apakah "hal-hal seperti ini" pernah terjadi. Melainkan, masalahnya ditimbulkan oleh kisah-kisah itu sendiri: perbedaan mereka sulit dicocokkan dan bahasa mereka sering kali terlihat seperti bahasa lain daripada bahasa pemberitaan sejarah.

Selain itu, berfokus pada kebenaran kisah-kisah tersebut sering kali tidak menangkap makna-makna mereka yang lebih nyata. Ketika diperlakukan seolah-olah kisah-kisah tersebut merupakan hal terutama mengenai sebuah kejadian spektakuler yang benar-benar unik, kita sering kali tidak memahami pertanyaan, "Apakah mereka benar-benar terjadi atau tidak?" daripada pertanyaan, "Apa maknanya?" (t/Odysius)

Diterjemahkan dari:

Judul asli buku : The Last Week
Judul bab : Easter Sunday
Penulis : Marcus J. Borg & John Dominic Crossan
Penerbit : Harper Collins, San Fransisco 2006
Halaman : 189 -- 192