Via Dolorosa

Ketika sedang kutapaki jalan mendaki
Dengan langkah tertatih-tatih, duh Gusti
Dan badai menerpa tanpa henti
Serta dalam sunyi kuangkat beban derita
Seorang diri

Oh, betapa ingin kubelajar dari-Mu,
Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
Tentang bagaimana memikul salib
Tanpa mengeluh,
Tentang bagaimana menghirup cawan beracun
Tanpa gerutu
Kecuali "Jadilah kehendak-Mu"

Ketika perjamuan malam itu berakhir
Dan Kau tahu betul itulah malam-malam-Mu yang terakhir
Lalu Kau ajak murid-murid-Mu khidmat berdoa:
"Ki le-olam hasdo" - "Ki le-olam hasdo"
"Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya"
Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
Sungguh-sungguhkah Kau memercayainya?
Menyanyikah Engkau sepenuh suara?
Basahkah pipi-Mu oleh lelehan air mata?
Atau adakah Engkau berkata:
"Hidup ini, ah, alangkah kejamnya?!"

Oh, betapa ingin kubelajar dari-Mu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
Tentang rela menerima hidup sebagaimana adanya
Tentang merangkul kenyataan betapa pun sakitnya
Tentang menjalani apa yang harus terjadi tanpa mencerca
Kecuali "Untuk selama-lamanya kasih setia-Nya"

Aku tahu betul, di malam Kamis itu,
Malam deritanya sunyi, malam sunyinya derita
Ketika Kau butuhkan mitra 'tuk menyatu sukma
Dan berbagai rasa dalam doa pada Sang Bapa
Namun toh harapan itu pun sia-sia

Ah, betapa senyap, Gustiku, betapa berat
Ketika ngerinya maut begitu dekat
Orang-orang tempat Kau jangkarkan harap,
Sahabat-sahabat-Mu yang paling akrab,
Semua terlena dalam lelap yang sangat

Oh, betapa ingin kubelajar dari-Mu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
'Tuk merangkul derita dengan berani
Meski harus berjalan seorang diri;
'Tuk menepis uluran cuka penawar sakit
Sebab tak Kau tolak apa yang mesti
Walaupun pahit

Tapi Yesusku, Gusti junjunganku,
Bagaimana bisa Kau atasi derita sunyi-Mu?
Bagaimana Kau hadapi sunyi derita-Mu?
Lalu lirih kudengar jawab melalui mata-Mu:
"Sunyi itu memang derita, anak-Ku,
Dan derita itu betapa sunyi, sayang-Ku,
Namun bila benar kau yakin tanpa ragu
Bahwa tak kau pilih salib
Yang tersandang di bahu
Dan tak kau tentukan sendiri
Jalan yang kau tempuh
Melainkan diletakkan ia
Oleh Bapamu yang satu itu
Maka, anak-Ku, sunyi itu berat
Tapi bukan tak terangkat
Dan derita itu penat, sayang-Ku,
Tapi bukan tanpa berkat
Asal saja kau terus berjalan sampai tamat biar tersendat"

"Apalagi, anak-Ku, Via Dolorosa ini tak senyap melulu
Ketika deraan cambuk berujung paku mengoyak daging-Ku,
Namun tetap saja sakit itu tak mampu memaksa-Ku
Tuk bangkit berdiri memikul salib dan berjalan maju
Sebab telah punah tenaga-Ku oleh beratnya siksa
Ah, tiba-tiba muncul Simon dari Kirene
Entah bagaimana yang rela memikul salib-Ku sampai ke Golgota;
Dan perempuan-perempuan yang meratapi-Ku sepanjang perjalanan
Ah, Kuakui mereka membuat beban derita-Ku jadi lebih ringan
Membuat Aku tak lagi sendirian mengangkat beban
Merekalah malaikat penolong yang takkan pernah Kulupakan"

Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
Ada satu lagi pertanyaanku kepada-Mu:
Engkau adalah pribadi agung
Penebar kasih sepanjang hidup,
Engkau adalah sosok mulia
Penyebar kebaikan tak pernah cukup,
Tetapi mati-Mu hina
Dalam siksa fitnah dan khianat
Deritamu lengkap oleh dengki dan cemburu
Nasib-Mu malang oleh ketidakadilan dan kesewenang-wenangan

Aku tak habis mengerti, duh Gustiku,
Bagaimana mungkin Kau alami itu
Tanpa menyimpan dendam?
Malah doa-Mu: "Ampunilah mereka, ya Bapa,
sebab mereka tak tahu apa yang mereka lakukan!"
Bagaimana mungkin Kau alami itu tanpa mengumpat?
Malah sempat-sempatnya Kau tawarkan firdaus yang nikmat
Bagi ia yang menerima nasibnya tanpa sesambat

Kembali lirih kudengar jawab melalui mata-Mu:
"Hidup dalam dendam, anak-Ku, adalah hidup menambah beban
yang terus mengusik sampai kau dihancurkan
Hidup dalam pengampunan, anak-Ku, jauh lebih tenteram
Jalani apa yang mesti, tanpa melempar kesalahan
Terima apa yang pasti, tanpa penyesalan
Sebab apa yang mesti terjadi, akan terjadi
Tak ada faedahnya ia kita ungkit-ungkit lagi
Berlarilah mengejar yang di depan
Jangan langkahmu mandeg dikejar yang di belakang"

Ketika sedang kutapaki jalan mendaki
Dengan langkah tertatih-tatih, duh Gusti,
Dan badai menerpa tanpa henti
Serta dalam sunyi kuangkat beban derita seorang diri

Oh, betapa ingin kubelajar dari-Mu
Duh Yesusku, Gusti junjunganku,
Bagaimana mengakhiri perjuangan hidupku
Dengan seruan-Mu seperti di Jumat siang itu:
"Bapa, kepada-Mu Kuserahkan roh-Ku!"

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Mengapa Harus Salib?
Judul artikel: Via Dolorosa
Penulis: Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D.
Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2002
Halaman: 42 -- 47